-->
Makalah Etika Bisnis Syariah

Makalah Etika Bisnis Syariah

Makalah Etika Bisnis Syariah

Etika Bisnis Syariah

Latar Belakang
Dengan banyaknya ayat al-Qur’an dan Hadis yang memberi pengajaran cara bisnis yang benar dan praktek bisnis yang salah bahkan menyangkut hal-hal yang sangat kecil, pada dasarnya kedudukan bisnis dan perdagangan dalam Islam sangat penting. Prinsip-prinsip dasar dalam perdagangan tersebut dijadikan referensi utama dalam pembahasan-pembahasan kegiatan ekonomi lainnya dalam Islam sebagai mana pada mekanisme kontrak dan perjanjian baru yang berkaitan dengan negara non-muslim yang tunduk pada hukum perjanjian barat. 
Pada dasarnya etika (nilai-nilai dasar) dalam bisnis berfungsi untuk menolong pebisnis (dalam hal ini pedagang) untuk memecahkan problem-problem (moral) dalam praktek bisnis mereka. Oleh karena itu, dalam rangka mengembangkan sistem ekonomi Islam khususnya dalam upaya revitalisasi perdagangan Islam sebagai jawaban bagi kegagalan sistem ekonomi –baik kapitalisme maupun sosialisme-, menggali nilai-nilai dasar Islam tentang aturan perdagangan (bisnis) dari al-Qur’an maupun as-Sunnah, merupakan suatu hal yang niscaya untuk dilakukan. Dengan kerangka berpikir demikian, tulisan ini akan mengkaji permasalahan revitalisasi perdagangan Islam, yang akan dikaitkan dengan pengembangan sektor riil.

Rumusan Masalah
  1. Apa definisi dari etika bisnis syariah?
  2. Apa tujuan dari etika bisnis syariah?
  3. Apa landasan normatif etika bisnis syariah?
  4. Apa saja prinsip-prinsip etika bisnis syariah?
  5. Bagaimana penerapan pedoman etika bisnis?


Tujuan
  1. Untuk mengetahui yang dimaksud etika bisnis syariah.
  2. Untuk mengetahui tujuan dari etika bisnis syariah.
  3. Untuk mengetahui landasan normatif etika bisnis syariah.
  4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip etika bisnis syariah.
  5. Untuk mengetahui penerapan pedoman etika bisnis.



Definisi Etika Bisnis Syariah
Asal-usul etika tak lepas dari kata athos dalam bahasa yunani yang berarti kebiasaan (costum) atau karakter (character). Dalam kata lain seperti dalam pemaknaan dan kamus Webster berarti “the distinguishing character, sentiment, moral nature, or guiding beliefs of a person, group, or institution (karakter istimewa, sentimen, tabiat moral, atau keyakinan yang membimbing seseorang, kelompok atau institusi) . Etika merupakan studi sistematis tentang tabiat konsep nilai, baik, buruk, harus, benar, salah dan lain sebagainya dan prinsip-prinsip umum yang membenarkan kita untuk mengaplikasikan atas apa saja. Dari sini etika dapat dimaknai sebagai dasar moralitas seseorang dan di saat bersamaan juga sebagai filsufnya dalam perilaku. 
Etika bagi seseorang terwujud dalam kesadaran moral (moral conscious) yang memuat keyakinan benar atau tidak. Perasaan yang muncul bahwa ia akan salah bila melakukan sesuatu yang diyakininya tidak benar berangkat dari norma-norma moral dan perasaan self-respect  (menghargai diri) bila ia meninggalkannya. Tindakan yang diambil harus ia pertanggungjawabkan pada diri sendiri. Begitu juga dengan sikapnya terhadap orang lain bila pekerjaan tersebut menganggu atau sebaliknya mendapat pujian.  
Dari uraian diatas ada persinggungan anatara etika, moral ,dan norma yang kadang digunakan secara tumpang tindih. Untuk itu disini akan dijelaskan moral dan norma sehingga mengetahui perbedaan antara ketiga hal tersebut. Moral berasal dari kata latin “mos” (bentuk jamaknya, yaitu ‘mores’) yang berarti adat dan cara hidup. “mores” dalam bahasa inggris adalah morality yang artinya general name for moral judgments, standards, and rules of conduct. Dalam kata lain berarti a doctrine or system of moral conduct/ particular moral principles or rules of conduct. Artinya, bahwa moralitas merupaka sebutan umum bagi keputusan moral, standar moral, dan aturan-aturan berperilaku yang berangkat dari nilai-nilai etika. Dan tetapi juga meliputi keputusan-keputusan ideal yang dibenarkan dengan alasan rasional. 
Sedangkan norma, secara etimologis bermakna ‘an authoritative standard’ atau principle of right action bidding upon the members of a group and serving to guide, control or regulate proper and acceptable behavior. Artinya, norma merupakan alat ukur standar yang punya kekuatan yang dapat mengarahkan anggota kelompok, mengontrol, dan mengatur perilaku baiknya. Jadi menurut Drs. Achmad Charris Zubaik bahwa norma adalah nilai yang menjadi milik bersama, tertanam, dan disepakati semua pihak dalam masyarakat. Norma brmulai dari penilaian, nilai, dan norma.  
Etika merupakan bagian dari filsafat yang mencari jawaban atas pertanyaan “mengapa seseorang harus tunduk pada norma, peraturan, dan hukum?” jawaban atas pertanyaan tersebut adalah tugas dari etika untuk meresponnya, karena etika mencari tahu mana yang baik dan mana yang buruk, etika dapat membuat seseorang menyadari bahwa apa yang tidak diperbolehkan sesungguhnya tidak baik. Etika membahas bagaimana manusia harus bertindak. Maka dari itu etika punya sifat kritis, mempersoalkan norma yang berlaku, apa dasar, dan legitimasinya? Mempersoalkan hak setiap pihak atau lembaga memberi perintah dan aturan yang harus ditaati. Etika dapat mengatur seseorang untuk bersifat kritis dan rasional, membentuk pendapat sendiri,bertindak sesuai kemampuan, dan dapat dipertanggungjawabkan. 
Sedangkan bahasa arabnya “akhlak” bentuk jamak dari mufradnya “khuluq” artinya “budi pekerti”. Keduanya dapat diartika sebagai kebiasaan atau adat istiadat (custom atau mores), yang menunjuk kepada perilaku manusia itu sendiri, tindakan atau sikap yang dianggap benar atau baik. Al-Ghazali dalam bukunya Ihya ‘Ulumuddin menjelaskan pengertian khuluq (etika) adalah suatu sifat yang tetap dalam jiwa, yang dari padanay timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak membutuhkan pikiran . Setiap orang boleh mempunyai seperangkat pengetahuan tentang nilai, tetapi pengetahuan yang mengarahkan dan mengendalikan perilaku orang islam hanya ada dua yaitu Al-Quran dan Hadist sebagai sumber segala nilai dan pedoman dalam setiap sendi kehidupan, termasuk dalam bisnis. Al- Quran mempromosikan ajaran moral atau etika jauh sebelum para pemikir filsuf sampai pemikir filsuf modern yang kini diagung-agungkan orang boleh jadi sebagai pengetahuan, tetapi akan menjadi tidak tepat (bahkan menghancurkan) apabila uma islam mencari standar etika (termasuk dalam bisnis) di luar Al-Quran dan Hadist . 
Dari uraian panjang diatas , disini bisa kita definisikan etika bisnis dalam syariat islam adalah akhlak dalam menjalankan bisnis sesuai dengan nilai-nilai islam,sehingga dalam melaksanakan bisnisnya tidak perlu adanya kekhawatiran, sebab sudah diyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar.  Selain itu, etika bisnis juga dapat diartikan pemikiran atau releksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis, yaitu refleksi tentang perbuatan baik, buruk, terpuji, tercela, salah, wajar, tidak wajar, pantas, tiadak pantas dari perilkau seseorang dalam berbisnis atau bekerja .

Tujuan Umum Etika Bisnis
Selama etika bisnis adalah etika sebagai seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar, dan salah dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip moralitas, ada beberapa hal yang dapat dikemukakan  sebagai tujuan umum dari studi etika bisnis, sebagai berikut:
  • Menanamkan kesadaran akan adanya dimensi etis dalam bisnis
  • Memperkenalkan argumentasi-argumentasi moral di bidang ekonomi dan bisnis serta cara penyusunannya
  • Membantu untuk menemukan sikap moral yang tepat dalam menjalankan profesi

Dengan demikian, maka ketiga tujuan tersebut dari studi etika bisnis diharapkan dapat membekali para stakeholder parameter yang berkenaan dengan hak, kewajiban, dan keadilan sehingga dapat bekerja secara profesional demi mecapai produktivitas dan efisiensi kerja yang optimal. Dalam konteks belajar  Etika Bisnis Islam. Dapat disimpulkan  bahwa itu dapat membekali pihak pembaca atau mahasiswa pengetahuan dan pandangan (an oulook) bahwa ia merupakan hal yang vital dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa EBI punya fungsi substansial membekali para pelaku bisnis beberapa hal sebagai berikut :
  • Membangun kode etik islami yang mengatur, mengembangkan, dan menancapkan metode berbisnis dalam kerangka ajaran agama. Kode etik ini juga menjadi simbol arahan agar melindungi pelaku bisnis dari resiko.
  • Kode ini dapat  menjadi dasar hukum dalam menetapkan tanggung jawab pelaku bisnis, terutama bagi diri mereka sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat, dan diatas segalanya adalah tanggung jawab dihadapan Allah SWT.
  • Kode etik ini dipersepsi sebagai dokumen hukum yang dapat menyelesaikan persoalan yang muncul, daripada harus diserahkan kepada pihak peradilan.
  • Kode etik dapat memberi kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan yang terjadi antara sesama pelaku bisnis, antara pelaku bisnis dan masyarakat tempat mereka bekerja. Sebuah hal yang dapat membangun persaudaraan (fraternity) dan kerja sama (cooperation) antara mereka semua.
  • Kode etik dapat membantu mempresentasikan bentuk aturan islam yang konkret dan bersifat kultural sehingga dapat memdesklripsikan comprehensiveness (unuversalitas) dan orisinalitas ajaran islam yang dapat diterapkan di setiap zaman dan tempat, tanpa harus bertentangan dengan nilai-nilai ilahi. 



Landasan Normatif Etika Bisnis Menurut Islam
1.) Tauhid (kesatuan)
Tauhid merupakan konsep serba eksklusif dan serba inklusif. Pada tingkat absolut ia membedakan khalik dengan makhluk, memerlukan penyerahan tanpa syarat kepada kehendak-Nya, tetapi pada eksistensi manusia memberikan suatu prinsip perpaduan yang kuat sebab seluruh umat manusia dipersatukan dalam ketaatan kepadaAllah semata. Konsep tauhid merupakan dimensi vertikal Islam sekaligus horizontal yang memadukan segi politik, sosial ekonomi kehidupan manusia menjadi kebulatan yang homogen yang konsisten dari dalam dan luas sekaligus terpadu dengan alam luas. 
Dari konsepsi ini, maka Islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini maka pengusaha muslim dalam melakukan aktivitas bisnis harus memperhatikan tiga hal: (1), tidak diskriminasi terhadap pekerja, penjual, pembeli, mitra kerja atas dasar pertimbangan ras, warna kulit, jenis kelamin atau agama.(2), Allah yang paling ditakuti dan dicintai. (3), tidak menimbun kekayaan atau serakah, karena hakikatnya kekayaan merupakan amanah Allah.

2.) Keseimbangan (Keadilan)
Ajaran Islam berorientasi pada terciptanya karakter manusia yang memiliki sikap dan perilaku yang seimbang dan adil dalam konteks hubungan antara manusia dengan diri sendiri, dengan orang lain (masyarakat) dan dengan lingkungan. Keseimbangan ini sangat ditekankan oleh Allah dengan menyebut umat Islam sebagai ummatan wasathan. Ummatan wasathan adalah umat yang memiliki kebersamaan, kedinamisan dalam gerak, arah dan tujuannya serta memiliki aturan-aturan kolektif yang berfungsi sebagai penengah atau pembenar. Dengan demikian keseimbangan, kebersamaan, kemodernan merupakan prinsip etis mendasar yang harus diterapkan dalam aktivitas maupun entitas bisnis.
Agar keseimbangan ekonomi dapat terwujud maka harus terpenuhi syarat-syarat berikut: 
  • Produksi, konsumsi dan distribusi harus berhenti pada titik keseimbangan tertentu demi menghindari pemusatan kekuasaan ekonomi dan bisnis dalam genggaman segelintir orang.
  • Setiap kebahagiaan individu harus mempunyai nilai yang sama dipandang dari sudut sosial, karena manusia adalah makhluk teomorfis yang harus memenuhi ketentuan keseimbangan nilai yang sama antara nilai sosialmarginal dan individual dalam masyarakat. 
  • Tidak mengakui hak milik yang tak terbatas dan pasar bebas yang tak terkendali.


3.) Kehendak Bebas
Manusia sebagai khalifah di muka bumi sampai batas-batas tertentu mempunyai kehendak bebas untuk mengarahkan kehidupannya kepada tujuan yang akan dicapainya. Manusia dianugerahi kehendak bebas (free will) untuk membimbing kehidupannya sebagai khalifah. Berdasarkan aksioma kehendak bebas ini, dalam bisnis manusia mempunyai kebebasan untuk membuat suatu perjanjian atau tidak, melaksanakan bentuk aktivitas bisnis tertentu, berkreasi mengembangkan potensi bisnis yang ada. Dalam mengembangkan kreasi terhadap pilihan-pilihan, ada dua konsekuensi yang melekat. Di satu sisi ada niat dan konsekuensi buruk yang dapat dilakukan dan diraih, tetapi di sisi lain ada niat dan konsekuensi baik yang dapat dilakukan dan diraih. Konsekuensi baik dan buruk sebagai bentuk risiko dan manfaat yang bakal diterimanya yang dalam Islam berdampak pada pahala dan dosa.

4.) Pertanggungjawaban
Segala kebebasan dalam melakukan bisnis oleh manusia tidak lepas dari pertanggungjawaban yang harus diberikan atas aktivitas yang dilakukan sesuai dengan apa yang ada dalam al-Qur’an” Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”. Kebebasan yang dimiliki manusia dalam menggunakan potensi sumber daya mesti memiliki batas-batas tertentu, dan tidak digunakan sebebas-bebasnya, melainkan dibatasi oleh koridor hukum, norma dan etika yang tertuang dalam al-Qur’an dan Sunnah rasul yang harus dipatuhi dan dijadikan referensi atau acuan dan landasan dalam menggunakan potensi sumber daya yang dikuasai. Tidak kemudian digunakan untuk melakukan kegiatan bisnis yang terlarang atau yang diharamkan, seperti judi, riba dan lain sebagainya. 
Apabila digunakan untuk melakukan kegiatan bisnis yang jelas-jelas halal, maka cara pengelolaan yang dilakukan harus juga dilakukan dengan cara-cara yang benar, adil dan mendatangkan manfaat optimal bagi semua komponen masyarakat yang secara kontributif ikut mendukung dan terlibat dalam kegiatan bisnis yang dilakukan. Pertanggungjawaban ini secara mendasar akan mengubah perhitungan ekonomi dan bisnis karena segala sesuatunya harus mengacu pada keadilan. 
Hal ini diimplementasikan minimal pada tiga hal, yaitu: 
  1. Dalam menghitung margin, keuntungan nilai upah harus dikaitkan dengan upah minimum yang secara sosial dapat diterima oleh masyarakat. 
  2. Economicreturn bagi pemberi pinjaman modal harus dihitung berdasarkan pengertian yang tegas bahwa besarnya tidak dapat diramalkan dengan probabilitas nol dan tak dapat lebih dahulu ditetapkan (seperti sistem bunga). 
  3. Islam melarang semua transaksi alegotoris yang dicontohkan dengan istilah gharar (penipuan). 



Prinsip-prinsip Etika Bisnis Islam
Prinsip-prinsip etika bisnis menurut Al-Qur’an adalah:
  • Melarang bisnis yang dilakukandengan proses kebatilan (QS. 4:29). Bisnis harus didasari kerelaan dan keterbukaan antara keduabelah pihak dan tanpa ada pihak yang dirugikan. Orang yang berbuat batil termasuk perbuatanannyya, melanggar hak dan berdosa besar (QS.4:30). Sedangkan orang yang menghindarinyaakan selamat dan mendapat kemuliaan (QS.4:31).
  • Tidak boleh mengandung unsur riba(QS. 2:275).
  • Kegiatan bisnis juga memilikifungsi sosial baik melalui zakat dan sedekah (QS.9:34). Pengembangan harta tidak akan terwujudkecuali melalui interaksi antar sesama dalam berbagai bentuknya.
  • Melarang pengurangan hak atas suatu barang atau komoditasyang didapat atau diproses dengan media takaran atau timbangan karena merupakan bentuk kezaliman (QS. 11:85), sehingga dalam praktek bisnis, timbangan harus disempurnakan (QS. 7:85, QS. 2:205).
  • Menjunjung tinggi nilai-nilai keseimbangan baik ekonomi maupun sosial, keselamatan dan kebaikan serta tidak menyetujui kerusakan dan ketidak-adilan.
  • Pelaku bisnis dilarang berbuat zalim (curang) baik bagidirinya sendiri maupun  kepada pelaku bisnis yang lain (QS. 7:85, QS.2:205). 



Penerapan Pedoman Etika Bisnis
Penerapan pedoman etika bisnis perusaahan yang efektif dapat menghasilkan, antara lain:
  • Tingkah kepatuhan yang lebih efektif terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  • Proses manajemen yang lebih efektif akibat meningkatnya kepatuhan terhadap kepatuhan terhadap peraturan internal;
  • Peningkatan reputasi  perusahaan dengan meningkatnya suasana integritas dalam perusahaan.

Aspek-aspek penting dari kerangka kerja penerapan pedoman etika bisnis perusahaan terdiri atas:
a.) Aspek struktural: merupakan aspek yang memastikan arah pelaksanaan dan akuntabilitas struktur organisasi dalam mengawal pelaksanaan program penerapan etika bisnis perusahaan. Selain itu, struktur ini juga menyiapkan kerangka kerja kepemimpinan penerapan program; penyediaan sumber daya yang memadai, dan; mekanisme untuk memantau (over-sight) efektivitas program;
b.) Aspek operasional: menunjukkan bagaimana sebaiknya proses implementasi program etika bisnis perusahaan dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur, sehingga memungkinkan dipantau keberhasilannya;
c.) Aspek perawatan: merupakan upaya dan kegiatan penerapan etika perusahaan yang berlanjut, sehingga aspek peneraan etika ini akan selalu meningkat efektivitasnya melalui perbaikan yang berkesinambungan. 
Tahap perkembangan moral dan etis seseorang ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah 
  1. Pengalaman masa lalu membentuk berbagai raspin terhadap situasi berbeda.
  2. Latar belakang keluarga
  3. Pendidikan
  4. Kebudayaan 
  5. Agama

Kejujuran, integritas dan loyalitas seseorang akan mempengaruhi keputusan dan keberhasilan bisnis. 


Kesimpulan
Etika bisnis dalam syariat islam adalah akhlak dalam menjalankan bisnis sesuai dengan nilai-nilai islam,sehingga dalam melaksanakan bisnisnya tidak perlu adanya kekhawatiran, sebab sudah diyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar. Landasan normatif etika bisnis islam antara lain tauhid, keseimbangan, kehendak bebas, dan tanggung jawab. Tahap perkembangan moral dan etis seseorang ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah pengalaman masa lalu membentuk berbagai raspin terhadap situasi berbeda, latar belakang keluarga, pendidikan, kebudayaan, agama. Kejujuran, integritas dan loyalitas seseorang akan mempengaruhi keputusan dan keberhasilan bisnis.







TERIMA KASIH
SEMOGA BERMANFAAT
Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar

No comments

Advertiser