-->
Makalah Masalah Etika Bisnis dan Manajemen

Makalah Masalah Etika Bisnis dan Manajemen

Makalah Masalah Etika Bisnis dan Manajemen

Masalah Etika Bisnis dan Manajemen

Latar Belakang
Berita-berita mengenai pelanggaran etika bisnis mendorong ketertarikan untuk menelusuri lebih lanjut faktor-faktor yang mendorong dan dampak yang diakibatkan. Etika bisnis merupakan aspek moral dalam menjalankan bisnis. Masih banyak fenomena-fenomena dimana beberapa bisnis masih mengabaikan aspek moral. Dan masih banyak juga yang melanggar etika-etika bisnis yang menyebabkan tidak adanya kondusif dalam berbisnis. 
Jenis masalah etika ditentukan untuk industri / bisnis, komunitas, lokalitas, kebijakan negara dan perusahaan serta manajemennya. Saat ini masalah etika bukan hanya dalam satu pihak, akan tetapi beberapa pihak, dan bisa juga perusahaan. Dan terdapat sanksi juga apabila melanggar etika tersebut.

Rumusan Masalah
  1. Bagaimanakah pengertian etika bisnis?
  2. Bagaimanakah tingkat masalah etika bisnis?
  3. Bagaimanakah jenis masalah etika bisnis?
  4. Bagaimanakah Argumentasi yang Mendukung dan yang Menentang Etika Bisnis?
  5. Bagaimanakah kritik etika bisnis?
  6. Bagaimanakah sanksi etika bisnis?

Tujuan
  1. Untuk mengetahui pengertian etika bisnis
  2. Untuk mengetahui tingkat masalah etika bisnis
  3. Untuk mengetahui jenis masalah etika bisnis
  4. Untuk mengetahui Argumentasi yang Mendukung dan yang Menentang Etika Bisnis
  5. Untuk mengetahui kritik etika bisnis
  6. Untuk mengetahui sanksi etika bisnis


Definisi Etika Bisnis 
Dunia bisnis menjelaskan etika sebagai konsep dan prinsip dasar dari perilaku manusia yang tepat. Etika adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana berperilaku jujur, benar dan adil.  Perkara yang biasanya muncul dalam etika mempunyai kaitan yang erat dengan kehidupan manusia khususnya di kalangan masyarakat yang melanggar agama dalam kehidupan mereka.  Dalam bisnis aspek hukum dan aspek etika bisnis sangat mempengaruhi terwujudnya persaingan yang sehat. Munculnya persaingan yang tidak sehat menunjukkan bahwa peranan hukum dan etika bisnis dalam persaingan bisnis ekonomi belum berjalan sebagaimana semestinya. Dengan munculnya berbagai masalah pelanggaran etika dalam bisnis menyebabkan banyaknya tuntutan untuk menerapkan etika kegiatan bisnis, dengan diterapkannya etika dalam bisnis akan meminimalisir hal-hal negatif yang tidak diinginkan, dan secara tidak lansung dapat membantu tatanan perkonomian.
Bisnis merupakan suatu hal yang tidak dapat terlepas dari masyarakat, dalam kata lain masyarakat merupakan bagian dalam bisnis dan sebaliknya. Karena bisnis tidak dapat terlepas dari masyarakat maka bisnis seharusnya patuh pada norma-norma yang ada di masyarakat. Tata hubungan bisnis dengan masyarakat yang tidak dapat dipisahkan tersebut telah menciptakan etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnis, baik etika bisnis antar sesama pelaku bisnis ataupun etika bisnis terhadap masyarakat, baik dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. 
Dalam beberapa dekade kebelakang, etika bisnis telah menjadi isu yang begitu hangat dan penting dalam sebuah perusahaan. Dalam menjalankan kegiatan bisnis tentunya perusahaan harus berusaha untuk menghindari efek negatif kepada masyarakat yang berada diseklilingnya. Masyarakat yang dimaksud di sini adalah para pekerja, perusahaan lain, pelanggan, pemasok, investor dan masyakarat atau penduduk disekitarnya.  Meskipun para pelaku bisnis atau manger di Indonesia memiliki etika, namun etika yang dilakukannya masih merupakan bagian dari etika sosial atau etika individual. 


Tingkat Masalah Etika Bisnis
Manajer bisnis dan manajemen senior dapat menghadapi masalah etika di berbagai tingkatan seorang individu, organisasi / perusahaan, masyarakat / negara, dan dunia. Tingkat global adalah tambahan baru karena perkembangan dunia digital, media sosial, dan internet (Enderle, 2015). Smith (2017) telah mengidentifikasi tiga level, level makro (negara dan Indonesia) tekanan sosial), tingkat perusahaan dan tingkat individu (semua orang yang relevan dengan yang ditentukan bisnis dalam kapasitas apa pun). Tingkat makro juga disebut tingkat sistematis dan termasuk lingkungan operasi bisnis. Ini mungkin merupakan lokalitas, wilayah atau negara. Itu tingkat etika perusahaan atau perusahaan dapat mencakup kebijakan dan prosedur organisasi / bisnis.
Masalah etika di tingkat individu mungkin terkait karyawan, kontraktor, vendor, pesaing, dan manajer senior/junior yang setara. Masalah etika dari berbagai tingkatan bahkan dapat mengintegrasikan dan menyulitkan bisnis pengelolaan. Di sisi lain, Phillips (2017) mengidentifikasi empat level etika sebagai Penerbitan hukum, Membingkai kebijakan internal oleh perusahaan, mematuhi hukum dan kebijakan oleh individu dan Konsekuensi mengabaikan dan melanggar hukum dan kebijakan. Padahal, tidak etis perilaku bisnis dapat merusak produktivitas, dan kehilangan standar, memengaruhi moral masyarakat nilai-nilai, menyebabkan degradasi lingkungan dan mungkin mengakibatkan kurangnya kepercayaan.

Jenis Masalah Etika Bisnis
Menurut Embse dan Wagley (1988) etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu agar perusahaan mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, suatu landasan yang kokoh untuk membentuk suatu perusahaan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi.  Jenis masalah etika ditentukan untuk industri / bisnis, komunitas, lokalitas, kebijakan negara dan perusahaan serta manajemennya. Semua masalah etika mungkin tidak hadir di mana-mana, tetapi masih ada beberapa di antaranya yang dapat diamati di sebagian besar kasus. Kaur (2017) telah mengidentifikasi masalah etika seperti kewajiban hukum berdasarkan hukum yang berlaku, membangun keselamatan di tempat kerja, menghindari pekerja anak, mengendalikan gender dan penyuapan budaya / ras / warna, kejahatan dunia maya, tagihan berlebih, ancaman privasi dan pengungkapan di jejaring sosial. Penipuan, menyesatkan, penggantian biaya palsu, dll juga bisa diamati dalam bisnis dan manajemen yang berbeda. Masalah-masalah di atas telah diklasifikasikan ke dalam berbagai kelompok oleh penulis yang berbeda.
Untuk contoh, Oster (2017) membuat empat kelompok: masalah mendasar (kepercayaan, integritas dan perlakuan) pelanggan adil), masalah Keragaman (rekrutmen dan manajemen tim bisnis yang beragam dalam kebangsaan, gender, budaya dan warna), masalah pengambilan keputusan dan masalah kepatuhan dan tata kelola. Namun, pengelompokannya tidak termasuk masalah etika terkait dengan akuntansi dan keuangan dan jaringan. Bernstein (2016) dikategorikan saat ini masalah etika ke dalam lima kategori: jejaring sosial, pengawasan dan privasi, transparansi, pekerja anak dan perlindungan lingkungan. Karena itu, dia mengabaikan masalah individu / personil dan mengabaikan masalah akuntansi dan keuangan juga, yang menjadi sangat sensitif sekarang. Klasifikasi Florida Tech (2017) tampaknya lebih logis di mana masalah etika dikategorikan ke dalam akuntansi, media sosial, pelecehan dan diskriminasi, kesehatan dan keselamatan dan teknologi / privasi. Pengelompokan ini terlihat lebih baik dan lebih masuk akal dalam semua aspek yang mencakup hampir semua masalah etika yang ada. Oleh karena itu, masalah etika akan dijabarkan lebih lanjut menurut lima kelompok ini. 
  • Masalah etika yang berkaitan dengan akuntansi dan keuangan 
Masalah etika dalam akuntansi dan keuangan meningkat banyak setelah menempatkan semua masalah akun online. Masalah etika akun lama 'Memasak buku akun' dirujuk sebelumnya tetapi sekarang hal yang sama dilakukan dalam laporan online, laporan, pembelian, dan pembayaran. Motif utamanya adalah untuk menghemat pajak dan membayar minimum kepada pemegang saham. Kaur (2017) telah menunjukkan masalah akun yang tidak etis seperti berpakaian dan menyesatkan analisis keuangan, manipulasi rekening, penyuapan, penipuan uang, penagihan berlebih dari pengeluaran dan pembelian, penggantian palsu, kompensasi kepada eksekutif, dan indikasi pendapatan yang lebih rendah, dll. Florida Tech (2017) telah mengutip yang paling terkenal skandal tahun 2001 dari perusahaan energi Amerika Enron, yang ditutup karena tidak akurat laporan keuangan bersama dengan perusahaan audit Arthur Andersen karena pengesahan pernyataan yang salah. Kedua perusahaan keluar dari bisnis, dan penutupan perusahaan mengakibatkan 85.000 pekerjaan hilang. Freedman (2018) juga menyebutkan Financial Fraudulent Pelaporan, Penyalahgunaan Aset, Pengungkapan, dan Penalti sebagai masalah etika PT akuntansi dan Keuangan. Dampak dari jenis masalah etika ini sangat dalam mempengaruhi, perusahaan, pemegang saham, negara bagian dan pemerintah, pemegang saham dan yang terakhir pelanggan melalui produk dan layanan dengan harga tinggi (Hayibor, 2017).
  • Masalah etika media sosial
Institute of Business Ethics (IBE, 2011) telah melaporkan survei terhadap 250 online mewawancarai dan menyimpulkan bahwa media sosial digunakan untuk keperluan pribadi dan pekerjaan kegiatan oleh 95% karyawan. Jadi, sangat sulit untuk memisahkan penggunaan pribadi dan resmi. Seperti penggunaan jejaring dan situs media sosial seperti Facebook dan Twitter meningkat dan mempopulerkan, masalah etika juga meningkat. Banyak masalah etika muncul ketika karyawan bisnis mengakses dan menggunakan situs web sosial yang mungkin termasuk mengungkapkan rahasia rahasia, konflik, informasi pribadi dan potensi penggunaan anak diskriminasi tenaga kerja dan tempat kerja. Ini dapat merusak reputasi perusahaan dan kredibilitas. Penggunaan media sosial selama jam kerja merupakan penyalahgunaan waktu perusahaan dan sumber daya. Perusahaan mengajukan batasan yang dianggap sebagai pelarangan terhadap hak pribadioleh karyawan. Dengan demikian, manajemen telah ditempatkan pada posisi yang sulit (Bernstein, 2016; Freedman, 2018). Situasi ini telah menciptakan masalah serius bagi pengusaha, dan sebagian besar dari mereka menganggapnya sebagai pelanggaran karyawan secara online karena mereka mempertimbangkan hal ini kegiatan sebagai ketidaksetiaan dan pelanggaran aturan ketenagakerjaan (Florida Tech, 2017). Karena itu, Gunkel (2015) merekomendasikan untuk mengubah aturan etika bisnis terkait penggunaan media sosial oleh karyawan untuk keluar dari situasi ini.
  • Pelecehan dan diskriminasi
Ketimpangan upah, diskriminasi berdasarkan, usia, ras, warna kulit, kebangsaan, agama, etnis, kecacatan dan kehamilan, dan pelecehan seksual, adalah masalah etika yang signifikan hari ini. Pengusaha dan karyawan bertemu dan menghadapinya setiap hari dan di hampir semua bisnis di seluruh dunia. Florida Tech (2017) telah menyebutkan hal tersebut untuk laporan dari Equal Employment Opportunity Commission (EEOC), pelecehan dan diskriminasi membebani perusahaan AS $ 372,1 juta sebagai hukuman pada 2013. Undang-undang berlaku dibuat, dan peraturan telah dikeluarkan oleh pemerintah di hampir semua negara International Labour Organization (ILO, 2017) mengamati dan memantau di global tingkat untuk memeriksa dan mengendalikan diskriminasi dan pelecehan tetapi masih dalam praktik yang sebenarnya, ini belum musnah dari bisnis dan perusahaan. Meskipun kebijakan ‘Sama kesempatan 'perilaku seperti itu dapat diamati secara luas. Hak Asasi Manusia Australia Komisi (2017) menyebutkan intimidasi sebagai tambahan terhadap diskriminasi dan pelecehan. Menurut komisi ini ‘Bullying adalah serangan verbal atau fisik terhadap hal yang halus pelecehan psikologis ’. Amnesty International (2017) menyebutkan bahwa semua memiliki hak untuk diperlakukan sama, tanpa memandang ras, etnis, kebangsaan, kelas, kasta, agama, kepercayaan, jenis kelamin, bahasa, orientasi seksual, identitas gender, usia, kesehatan atau status lainnya. Kami dengar kisah memilukan dari orang-orang yang menderita kekejaman, hanya karena memiliki 'berbeda' kelompok dari mereka yang berkuasa.
  • Kesehatan dan keselamatan di tempat kerja
Masalah kesehatan dan keselamatan di tempat kerja meningkat terlepas dari semua aturan dan peraturan yang ketat peraturan oleh pemerintah nasional dan lembaga internasional seperti ILO. Menurut sebuah Laporan ILO (2017), setiap tahun, diperkirakan dua juta wanita dan pria meninggal karena kecelakaan kerja dan penyakit terkait pekerjaan. Di seluruh dunia, ada beberapa 270 juta kecelakaan kerja dan 160 juta penyakit terkait pekerjaan setiap tahun. Dengan demikian, bahkan kehidupan tenaga kerja di tempat kerja dipertaruhkan. Menurut OSHA (Keselamatan dan Administrasi Kesehatan, USA, 2017), sembilan teratas pelanggaran yang sering dikutip tahun 2016 adalah perlindungan jatuh, komunikasi bahaya, perancah, perlindungan pernafasan, lockout / tagout, truk industri bertenaga, tangga, listrik, dan pelindung mesin.
Baca juga: Makalah Manajemen dan organisasi
  • Teknologi / privasi
Dengan teknologi inovatif (kamera video dan jaringan), itu menjadi mungkin sekarang untuk mengamati, memantau dan merekam pergerakan, kinerja, kehadiran karyawan di kursi dan aktivitas kerja mereka. Bahkan komputer, komunikasi, Email, dan situs internet yang dikunjungi dapat diperiksa oleh manajer dan pengusaha. Meski majikan dapat secara legal memeriksa Email resmi karyawan, pengawasan elektronik seharusnya tidak menjadi mata-mata. Memantau karyawan melalui kamera video dan merekam perilaku dan gerakan dapat menjaga lingkungan kerja tetap aman di satu sisi, tetapi juga menghalangi mereka secara mental karena mereka berpikir sepanjang waktu bahwa gerakan mereka sedang berlangsung diamati oleh orang lain. Mack (2017) telah menekankan bahwa itu adalah tugas etis pengusaha untuk menciptakan keseimbangan di antara masalah privasi karyawan dan mencegah tidak etis perilaku karyawan yang dapat merusak bisnis. Kebijakan internal seharusnya dibingkai dalam hal ini, dan semua karyawan harus diberitahu terlebih dahulu tentang sejauh mana di mana komputer dan perangkat internet yang disediakan untuk karyawan akan dimonitor dan diperiksa.
Menurut Fahmi, permasalahan- permasalahan umum yang terjadi dalam
etika bisnis antara lain:
  1. Pelanggaran etika bisnis dilakukan oleh pihak-pihak yang mengerti etika bisnis. Dilakukan dengan sengaja karena faktor ingin mengejar keuntungan dan menghindari kewajiban-kewajiban yang selayaknya harus dipatuhi.
  2. Keputusan bisnis sering diambil dengan mengesampingkan norma- norma atau aturan-aturan yang berlaku, misalnya Undang-Undang perlindungan Konsumen. Keputusan bisnis sering mengedepankan materi atau mengejar target perolehan keuntungan jangka pendek semata. 
  3. Keputusan bisnis sering dibuat secara sepihak tanpa memperhatikan atau bahkan tanpa mengerti ketentuan etik yang disahkan oleh lembaga yang berkompeten seperti Kode Etik Perhimpunan Auditor Internal Indonesia (PAAI), Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008/ tentang Jasa Akuntan Publik, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 2 Tahun 2007 tentang Kode Etik BPK-RI, Kode Etik Psikologi Indonesia, Kode Etik Advokat Indonesia, dan lain sebagainya.
  4. Kontrol dari pihak berwenang dalam menegakkan etika bisnis masih dianggap lemah. Sehingga kondisi ini dimanfaatkan untuk mencapai keuntungan pribadi atau kelompok. 


Argumentasi yang Mendukung dan yang Menentang Etika Bisnis
Banyak yang keberatan dengan penerapan standar moral dalam aktivitas bisnis. Tiga keberatan atas penerapan etika ke dalam bisnis:
1.) Orang terlibat dalam bisnis, hendaknya berfokus pada pencarian keuntungan finansial bisnis mereka dan tidak membuang-buang energi mereka atau sumber daya perusahaan untuk melakukan "pekerjaan baik".  tiga argumen diajukan untuk mendukung perusahaan ini:
Pertama, beberapa berpendapat bahwa di pasar bebas kompetitif sempurna, pencarian keuntungan dengan sendirinya menekankan bahwa anggota masyarakat berfungsi dengan cara-cara yang paling menguntungkan secara sosial.  Agar beruntung masing-masing perusahaan hanya memperoduksi apa yang diinginkan oleh anggota masyarakat dan melakukannya dengan cara yang paling efisien yang tersedia.  Anggota masyarakat akan sangat beruntung jika manajer tidak memaksakan nilai-nilai pada bisnis, namun mengabdikan dirinya pada pencarian keuntungan yang berfokus. 
Argumen tersebut  menyembunyikan sejumlah asumsi yaitu sebagai berikut.
  • Sebagian besar industri tidak “kompetitif secara sempurna”, dan sejauh perusahaan tidak harus berkompetisi mereka dapat memaksimumkan keuntungan, sekalipun produksi tidak efisien.
  • Argumen itu mengasumsikan bahwa langkah manapun yang diambil untuk meningkatkan keuntungan perlu menguntungkan secara sosial, sekalipun dalam kenyataannya ada beberapa cara untuk meningkatkan keuntungan yang sebenarnya merugikan perusahaan membiarkan polusi, iklan meniru, menyembunyikan cacat produksi, penyuapan, menghindari pajak, dan seterusnya.
  • Argumen itu mengasumsikan bahwa dengan memproduksi apapun yang diinginkan publik pembeli, perusahaan memproduksi apa yang diinginkan oleh seluruh anggota masyarakat ketika terdapat keinginan sebagian besar anggota masyarakat (yang miskin dan yang tidak diuntungkan) sehingga tidak perlu dipenuhi karena mereka tidak dapat berpartisipasi dalam pasar.
  • Argumen itu secara esensial membuat penilaian normatif.
Kedua, kadang diajukan untuk menunjukkan bahwa manajer bisnis hendaknya berfokus mengejar keuntungan perusahaan mereka dan mengabaikan pertimbangan etis yang oleh Alel C. Michales disebut “argumen dari agen yang loyal”. Argumen tersebut secara sederhana adalah sebagai berikut.
Sebagai agen yang loyal dari majikan manajer mempunyai kewajiban untuk melayani majikan ketika majikan ingin dilayani. Majikan ingin dilayani dengan cara apapun yang akan memajukan kepentingannya sendiri. Dengan demikian, sebagai agen yang loyal dari majikan manajer mempunyai kewajiban untuk melayani majikannya dengan cara apapun yang akan memajukan kepentingannya. Argumen agen yang loyal adalah keliru, karena dalam menentukan apakah perintah klien kepada agen masuk akal atau tidak, Etika bisnis atau profesional harus dipertimbangkan dan dalam peristiwa apa pun menyatakan bahwa agen mempunyai kewajiban untuk tidak melaksanakan tindakan yang ilegal atau tidak etis dengan demikian kewajiban manajer untuk mengabdi kepada majikannya dibatasi oleh batasan-batasan moralitas. 
Ketiga, untuk menjadi etis cukuplah bagi orang-orang bisnis sekedar menaati hukum, etika bisnis pada dasarnya adalah menaati hukum. Terkadang kita salah memandang hukum dan etika yang terlihat identik benar bahwa hukum tertentu menuntut perilaku yang sama yang juga dituntut standar moral kita. Namun demikian, hukum dan moral tidak selalu serupa beberapa hukum tidak punya kaitan dengan moralitas, bahkan hukum melanggar standar moral sehingga bertentangan dengan moralitas, seperti hukum perbudakan yang memperbolehkan kita memperlakukan budak seperti properti. Jelas bahwa etika tidak begitu saja mengikuti hukum. Namun tidak berarti etika tidak mempunyai kaitan dengan hukum. Standar moral kita kadang dimasukkan kedalam hukum ketika kebanyakan dari kita merasa bahwa standar moral harus ditegakkan dengan kekuatan sistem hukum, sebaliknya hukum dikritik dan dihapuskan ketika jelas-jelas melanggar standar moral.

2.) Kasus etika dalam bisnis seharusnya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukkan bahwa etika mengatur semua aktivitas manusia yang disengaja, dan karena bisnis merupakan aktivitas manusia yang disengaja, etika hendaknya juga berperan dalam bisnis. Argumen lain berpandangan, bahwa etika bisnis seperti juga aktivitas manusia lainnya, tidak dapat eksis kecuali orang yang terlibat dalam bisnis dan komunitas sekitarnya taat terhadap standar minimal etika.  Dalam masyarakat tanpa etika, seperti ditulis oleh filsuf Hobbes, ketidakpercayaan dan kepentingan diri yang tidak terbatas akan menciptakan “perang antar manusia terhadap manusia lain”, dan dalam situs seperti itu hidup akan menjadi “kotor, brutal dan dangkal”. Karenanya dalam masyarakat seperti itu tidak mungkin dapat melakukan aktivitas bisnis, dan bisnis akan hancur. Bisnis tidak dapat bertahan hidup tanpa etika, sehingga kepentingan bisnis yang paling utama adalah mempromosikan perilaku etika kepada anggotanya dan juga masyarakat luas.

3.) Etika hendaknya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukkan bahwa etika konsisten dengan tujuan bisnis, khususnya dalam mencari keuntungan.  Beberapa studi menunjukkan hubungan yang positif antara perilaku yang bertanggung jawab secara sosial dengan profitabilitas, beberapa tidak menemukan korelasi bahwa etika bisnis merupakan beban terhadap keuntungan.  Studi lain melihat, perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial bertransaksi di pasar saham, memperoleh pengembalian yang lebih tinggi daripada perusahaan lainnya.  Semua studi menunjukkan bahwa secara keseluruhan etika tidak memperkecil keuntungan, dan tampak justru berkontribusi pada keuntungan.
Dalam jangka panjang, lebih baik menjadi etis dalam bisnis daripada tidak etis.  Meskipun ketidaketisan dalam bisnis kadang berhasil, namun perilaku tidak etis ini dalam jangka panjang cenderung menjadi kekalahan, karena meruntuhkan hubungan kooperatif yang berjangka lama dengan pelanggan, serta dengan karyawan dan anggota masyarakat. Akhirnya kita harus mengetahui, ada banyak bukti, bahwa sebagian besar orang menilai perilaku etis dengan menghukum siapa saja yang mereka persepsi perilaku tidak etis, dan menghargai siapa saja yang mereka persepsi berperilaku etis.
Pelanggan akan melawan perusahaan jika mereka mempersepsi  ketidakadilan yang dilakukan perusahaan dalam bisnis lainnya, dan mengurangi minat mereka untuk membeli produknya.  Karyawan yang merasakan ketidakadilan akan menunjukkan absentisme lebih tinggi, produktivitas lebih rendah, dan tuntutan upah lebih tinggi.  Sebaliknya, ketika karyawan percaya bahwa organisasi adil, maka karyawan akan senang mengikuti manajer melakukan apapun yang dikatakan manajer, dan memandang keputusan manajer sah, sehingga etika menjadi komponen kunci dalam sebuah manajemen yang efektif.

Kritik Etika Bisnis
Etika bisnis sebagai usaha intelektual dan akademis  yang baru pasti masih menderita banyak “ penyakit anak”. Banyak hal perlu dikerjakan lagi dan banyak hal yang sudah dikerjakan perlu disempurnakan. Karena itu etika bisnis harus terbuka bagi kritik yang membangun, seperti halnya dengan setiap usaha intelektual yang serius. Tetapi kadang kala terjadi juga etika bisnis menjadi bulan-bulanan dari kritik yang tidak tepat.  
1.) Etika Bisnis mendeskrimasi
Kritik pertama ini lebih menarik karena sumbernya daripada karena isinya. Sumbernya adalah Peter Drucker, ahli ternama dalam bidang teori manajemen. Ia mengemukakan kritik yang sangat tajam terhadap etika bisnis dalam sebuah artikel yang diterbitkan dalam majalah the public interest dan kemudian dalam  bentuk lebih populer diulangi lagi dalam majalah Forbes. Kritik itu dibalas dengan cara yang tidak kalah tajam oleh beberapa pakar di bidang etika bisnis. Norman Bowie menilai kritik Drucker  sebagai intemperate and Uninformed (diluar batas dan tidak mempunyai informasi yang tepat).
Menurut Michael Hoffan dan Jennifer Moore, kritik  itu sebetulnya tidak perlu dijawab, karena pengarangnya ternyata tidak berusaha  mempelajari dengan serius literatur tentang etika bisnis., sebagaimana sepatutnya dilakukan setiap orang yang ingin mengkritik suatu ilmu. Namun karena Drucker mempunyai otoritas besar dalam teori manajemen, kritiknya mungkin diterima dengan serius dalam kalangan para manajer. 
Inti keberatan Ducker  ialah bahwa etika bisnis menjalankan semacam diskrimansi. Mengapa dunia bisnis harus dibebankan secara khusus dengan etika? Hanya ada satu etika yang berlaku untuk perbuatan semua orang, penguasa atau rakyat jelata, kaya atau miskin, yang kuat dan yang lemah. Tetapi etika bisnis tidak setuju. Mereka mengukur bisnis dengan standar etis lebih ketat daripada bidang-bidang lain. Mereka berpendapat bahwa perbuatan yang tidak bersifat imoral atau ilegal kalau dilakukan oleh ordinary folk (orang biasa), menjadi imoral atau ilegal kalau dilkakukan oleh orang bisnis. Mengapa bisnis dijadikan pengecualian? Mengapa bisnis perlu diperlukan sebagai suatu kasus tersendiri di bidang etika?  Dan disimpulkan bahwa etika bisnis itu menunjukkan adanya sisa-sisa dari sikap  bermusuhan yang lama terhadap bisnis dan kegiatan ekonomis.
Sekali - sekali tidak benar bahwa etika bisnis memperlakukan bisnis dengan cara lain. Kritiknya berasal dari salah paham besar terhadap maksud etika bisnis. Sebagaimana semua orang lain, para pebisnis juga merupakan pelaku moral.  Mereka pun harus taat pada aturan aturan moral. Adanya etika bisnis membuktikan bahwa bagi bisnis justru tidak ada pengecualian. Bisnis harus diperlakukan seperti semua kegiatan manusiawi lainnya,  artinya harus dinilai secara etis.  Para pengarang tentang etika bisnis sama sekali tidak bermaksud bahwa bisnis harus diukur dengan prinsip-prinsip lain dari pada bidang-bidang biasa. Jika kita menyimak buku-buku pegangan tentang etika bisnis, maka di situ justru dimulai dengan penguraian teori-teori etika yang umum. Di situ tidak terlihat aturan aturan moral yang hanya berlaku untuk bisnis. Etika bisnis adalah penerapan prinsip-prinsip moral yang umum atas suatu bidang yang khusus. Etika bisnis menjadi suatu ilmu dengan identitas tersendiri bukan karena adanya norma-norma yang tidak berlaku untuk bidang lain melainkan karena aplikasi norma-norma moral yang umum atas suatu wilayah kegiatan manusiawi yang minta perhatian khusus sebab keadaannya dan masalah-masalahnya mempunyai corak tersendiri. 
2.) Etika Bisnis itu kontradiktif
Kritik lain tidak berasal dari satu orang tetapi ditemukan dalam kalangan populer yang cukup luas.  sebenarnya ini bukan kritik melainkan skepsis.  orang-orang ini menilai etika bisnis sebagai suatu usaha.  dengan kontradiksi mereka bertanya : Masa mau memikirkan etika dalam menjalankan bisnis etika bisnis! mengandung suatu kontradiksi.  dunia bisnis itu ibarat Rimba Raya dimana tidak ada tempat untuk etika.  kalau mau disebut bidang yang sama sekali asing terhadap etika tidak ada contoh lebih jelas daripada justru bisnis.  etika dan bisnis itu bagaikan air dan minyak yang tidak meresap yang satu ke dalam yang lain.  kritikan ini lebih sulit untuk dijawab.
3.) Etika Bisnis Tidak Praktis
Tidak ada kritik atas etika bisnis yang menimbulkan begitu banyak reaksi seperti artikel yang dimuat dalam Harvard business review pada tahun 1993 dengan judul "What's the matter with business Ethics ?". Pengarangnya adalah Andrew start seorang dosen manajemen di Universitas Toronto Kanada.  walaupun ternyata ia mengenal litelatur etika bisnis lebih baik daripada Peter drucker namun stark  pun masih terjebak dalam berbagai salah paham mengenai hakikat dan maksud etika bisnis sebagai ilmu.  Iya juga tidak menghukum semua pakar etika bisnis dengan cara yang sama,  karena ia membedakan antara ahli etika bisnis lama dan ahli etika bisnis baru.  Ia menaruh simpati lebih besar kepada kelompok terakhir ini. Tetapi kriterianya untuk perbedaan ini kurang jelas. Kita akan membatasi diri pada satu aspek kritiknya saja yaitu etika bisnis ini kurang praktis.  stdik menilai kesenjangan besar menganga antara etika bisnis akademis dan para profesional di bidang manajemen.  Ia mendengar pertanyaan sejauh mana kapitalisme bisa dibenarkan atau apakah dari segi etika harus diberi preferensi sebagai sosialisme dan memberi komentar apa yang mereka hasilkan itu seringkali lebih mirip filsafat sosial yang muluk-muluk daripada advice etika yang berguna untuk para profesional. 
Keberatan bahwa etika bisnis sebagai ilmu kurang praktis lebih sering terdengar.Yang pertama Stark hanya memandang dan mengutip artikel dan buku ilmiah tentang etika bisnis. Tentu saja sebagai ilmu etika bisnis harus memiliki standar yang cukup ketat. Tetapi itu tidak berarti bahwa bahan ini juga diberikan kepada mahasiswa dalam Kuliah apalagi kepada mahasiswa program studi S2 bidang manajemen yang lebih dekat dengan praktek atau dalam pelatihan kepada manajer di lapangan.  Dalam pengajaran etika bisnis banyak dipakai metode kasus. 
Kedua, Stark tanpak sebagai contoh jelas tentang tendensi Amerika Utara untuk mengutamakan tahap mikro dalam etika bisnis. Ia hanya memperhatikan aspek aspek etis dari keputusan yang harus diambil manajer dan kurang berminat untuk kerangka menyeluruh dimana pekerjaannya ditempatkan. Ketika sebagai ilmu etika bisnis selalu bergerak pada taraf refleksi dan akibatnya pada taraf teoretis juga. Walaupun etika bisnis berbicara tentang hal-hal yang sangat praktis pembicaraannya berlangsung pada taraf teoretis. Kita harus berusaha sungguh-sungguh agar kita dekat dengan praktek bisnis namun jarak antara teori dan praktek tidak pernah bisa dihilangkan.
4.) Etikawan tidak bisa mengambil alih tanggung jawab
Kritikan lain lagi dilontarkan kepada etika terapan pada umumnya termasuk juga etika bisnis disamping etika biomedis etika jurnalistik etika profesi hukum dan lain-lain.  kritisi ini meragukan tentang etika bisnis memiliki keahlian etika khusus yang tidak dimiliki oleh para pebisnis dan manajer itu sendiri.  setiap manusia  merupakan pelaku moral yang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. kita tidak membutuhkan etika bisnis mereka tegaskan yang dapat menjelaskan apa yang harus kita perbuat atau apa yang tidak boleh kita perbuat. 
Seluruh kritikan ini juga berdasarkan salah paham. Etika bisnis sama sekali tidak bermaksud mengambil alih tanggung jawab etis dari para pebisnis para manajer atau perilaku moral lain di bidang bisnis. Etika bisnis atau cabang etika terapan lainnya tidak berpretensi memiliki keahlian yang sama sifatnya seperti banyak keahlian lain. Jika mobil rusak Kebanyakan orang membawanya ke bengkel karena di situ tersedia montir yang mempunyai keahlian yang tidak dimiliki mereka sendiri. Lain halnya dengan etika, etika bisnis atau cabang etika terapan lainnya tidak bermaksud mengganti tempat dari orang yang mengambil keputusan moral. Tidak mungkin kita serahkan urusan etika kepada etika profesional sebagaimana urusan lain dalam perusahaan kita serahkan kepada subkontraktor.
Etika bisnis bisa membantu untuk mengambil keputusan moral yang dapat dipertanggungjawabkan tapi tidak berniat mengganti tempat dari para pelaku moral dalam perusahaan. Bantuan etika bisnis itu bisa meliputi berbagai hal misalnya etika bisnis bisa memberi sumbangsih dalam meningkatkan kesadaran moral di bidang bisnis. Ia bisa membantu membuka mata pebisnis untuk segi-segi etis dari usahanya. Berikutnya etika bisnis dapat memberi informasi yang berharga sebelum pebisnis mengambil keputusan moral yang dianggap sulit.
Etikawan cukup menguasai literatur di bidangnya. Dia tahu tentang kasus-kasus sejenis dan jalan keluar baik yang pernah diupayakan. Dan yang paling penting etika bisnis bisa membantu untuk menyusun argumentasi moral yang tepat. Setiap keputusan moral harus mempunyai alasannya artinya harus dilandasi argumen-argumen yang tahan uji. Etikawan secara khusus terlatih dalam hal itu Dan karena itu dapat memberi bantuan yang berharga. Tetapi bagaimanapun juga ia sama sekali tidak berpretensi mengambil alih tanggung jawab moral dari orang lain. Bagi etika bisnis pun berlaku berbahasa Inggris you can read the horse to water but you cannot make him drink. 


Sanksi Pelanggaran Etika Bisnis
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk meraih keuntungan, yang sebagaimana terdapat  dalam Pasal 22 yang berbunyi “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dana tau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”. Pasal ini menjelaskan tentang Tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau untuk menyediakan jasa. 
Unsur dari bersekongkol itu sendiri adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih, secara terang-terangan maupun diam-diam melakukan tindakan penyesuaian dokumen dengan peserta lainnya, membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan, menciptakan persaingan semu, menyetujui dan atau memfasilitasi terjadinya persekongkolan, tidak menolak melakukan suatu tindakan meskipun mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk mengatur dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu, pemberian kesempatan eksklusif oleh penyelenggara tender atau pihak terkait secara langsung maupun tidak langsung kepada pelaku usaha yang mengikuti tender, dengan cara melawan hukum.
Hal diatas adalah pelanggaran yang akan diterima kepada perusahaan yang tidak menerapkan etika didalam bisnisnya karena memiliki unsur kecurangan. Hal lain yang menjadikan pelanggaran terhadap perusahaan yang tidak menerapkan etika didalam bisnisnya adalah pegawai perusahaan yang melakukan pelanggaran Pedoman Etika Bisnis dan Etika Kerja (Code of Conduct) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengenaan sanksi atas bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh Komisaris dan Direksi, berpedoman pada anggaran dasar perusahaan dan keputusan RUPS. Sedangkan pengenaan sanksi terhadap pegawai perusahaan dilakukan sesuai dengan kesepakatan dalam Peraturan Disiplin Pegawai (PDP) maupun aturan kepegawaian yang berlaku.
Pelaporan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai tanpa disertai dengan bukti-bukti pelanggaran dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dari contoh pelanggaran diatas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa yang menjadikan perusahaan untuk menerapkan etika di dalam bisnisnya bukanlah dari perusahaan itu sendiri melainkan adanya kejujuran dari para pegawai yang bekerja di perusahaan tersebut sehingga dapat menciptakan suasana kerja yang damai serta menjadikan perusahaan tersebut menjadi perusahaan yang menerapkan etika didalam bisnisnya. 

Kesimpulan
Dunia bisnis menjelaskan etika sebagai konsep dan prinsip dasar dari perilaku manusia yang tepat. Etika adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana berperilaku jujur, benar dan adil. Dengan munculnya berbagai masalah pelanggaran etika dalam bisnis menyebabkan banyaknya tuntutan untuk menerapkan etika kegiatan bisnis, dengan diterapkannya etika dalam bisnis akan meminimalisir hal-hal negatif yang tidak diinginkan, dan secara tidak lansung dapat membantu tatanan perkonomian. Dan setiap pelanggaran etika dalam bebisnis pastilah ada hukum yang berlaku/ sanksi yang dikenakan kepada orang/ badan yang nelanggar etika bisnis.







TERIMA KASIH
SEMOGA BERMANFAAT
Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar

No comments

Advertiser