Pajak Penghasilan Pasal 22
Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan budaya dan sumber daya alamnya. Pada saat ini, Indonesia mengalami perkembangan yang mendorong pemerintah untuk melakukan perubahan di segala sektor demi meningkatkan pendatan kas Negara guna membiayai pembangunan dan biaya-biaya Negara. Dalam rangka menyelenggarakan perubahan tersebut, pastilah memerlukan dana yang tidak sedikit, dana tersebut berasal dari APBN dan APBD, dimana sebagian besar bersumber pada penerimaan pajak. Dalam hal ini menjelaskan bahwa pajak memili peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya didalam pelaksanaan pembangunan. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan Negara yang ada untuk membiayai pengeluaran termasuk pengeluaran untuk meningkatkan pembangunan.
Indonesia memiliki beraneka ragam kekayaan yang sangat kuat oleh sebab itu sebenarnya Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam membangun pertumbuhan ekonomi untuk menunjang segala kebutuhan dalam negeri. Namun pada kenyataannya Indonesia pada saat ini hanya mampu menjadi penonton di tengah persaingan penonton global yang sangat selektif. Kebijakan kontrofersial yang diambil oleh pemerintah Indonesia yang tergabung dalam pembebasan PPh Pasal 22 dengan Negara Cina, pada konteks tersebut kebijakan yang diambil sangat menggiurkan karena penduduk Cina yang begitu banyak dibandingkan jumlah penduduk Indonesia dan dapat menjadi sasaran empuk bagi para produsen dalam negeri. Akan tetapi para podusen dalam negeri belum mampu bersaing dengan produk-produk yang dihasilkan oleh negeri tirai bamboo tersebut. Dalam hal ini kedewasaan sangatlah diperlukan dalam melakukan suatu kebijakan karena besar atau kecilnya pendapatan dari PPh Pasal 22 bergantung pada kebijakan yang diambil oleh peraturan pemerintah.
Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, badan-badan tertentu yang berkenaan dngan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain. Dasar hukum PPh Pasal 22 adalah UU pajak penghasilan nomor 36 tahun 2008, Pasal 22. Untuk lebih memahami secara mendalam dan komherensif mengenai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, maka yang akan dibahas dalam makalah ini adalah mengenai PPh Pasal 22
Rumusan Masalah
- Apakah pengertian dari PPh pasal 22 ?
- Bagaimana cara pemunggutan pada PPh pasal 22 ?
- Apa saja obyek dari PPh pasal 22 ?
- Bagaimana pengecualian pemungutan PPh pasal 22 ?
- Bagaimana saat terutang PPh pasal 22 ?
- Bagaimana tata cara pemungutan dan penyetoran PPh pasal 22 ?
- Apa yang disebut dengan sifat pemungutan ?
- Berapa tarif PPh pasal 22 ?
Tujuan
- Untuk mengetahui pengertian dari PPh pasal 22
- Untuk mengetahui bagaimana cara pemunggutan pada PPh pasal 22
- Untuk mengetahui apa saja obyek dari PPh pasal 22
- Untuk mengetahui bagaimana pengecualian pemungutan PPh pasal 22
- Untuk mengetahui bagaimana saat terutang PPh pasal 22
- Untuk mengetahui bagaimana tata cara pemungutan dan penyetoran PPh pasal 22
- Untuk mengetahui apa yang disebut dengan sifat pemungutan
- Untuk mengetahui berapa tarif PPh pasal 22
Pengertian PPh Pasal 22
Merupakan pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh:
- Bendahara pemerintah, termasuk bendahara pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, termasuk juga dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas dan pejabat lain menjalankan fungsi yang sama;
- Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta, berkenaan dengan kegitan di bidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain, seperti kegiatan usaha produksi barang tertentu antara lain otomatif dan semen; dan
- Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Pemungutan pajak oleh Wajib Pajak badan tertentu ini akan dikenakan terhadap pembelian barang yang memenuhi kriteria tertentu sebagai barang yang tergolong sangat mewah baik dilihat dari jenis barangnya maupun harganya, seperti kapal pesiar, rumah sangat mewah, apartemen dan kondominium sangat mewah, serta kendaraan sangat mewah.
Pajak Penghasilan Pasal 22 dibayar dalam tahun berjalan melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak-pihak tertentu. Selanjutnya, pemotong atau pemungut akan menyetor dan melaporkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
Pada umumnya PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap “menguntungkan” sehingga baik penjual maupun pembelinya dapat menerima keuntungan dari perdagangan tersebut. Karena itu, PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian.
Untuk lebih memahami ketentuan Pajak Penghasilan Pasal (PPh) 22, maka penjelasan seputar PPh Pasal 22 adalah berikut ini.
Menteri Keuangan dapat menetapkan:
- Bendahara pemerintah untuk memungut PPh Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
- Badan-badan tertentu untuk memungut PPh Pasal 22 dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain; dan
- Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut PPh Pasal 22 dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Berdasarkan penjelasan Pasal 22 UU PPh, yang dapat ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah:
- Bendahara pemerintah, termasuk bendahara pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, termasuk juga dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama;
- Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta, berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, seperti kegiatan usaha produksi barang tertentu antara lain otomotif dan semen; dan
- Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Pemungutan pajak oleh Wajib Pajak badan tertentu ini akan dikenakan terhadap pembelian barang yang memenuhi kriteria tertentu sebagai barang yang tergolong sangat mewah baik dilihat dari jenis barangnya maupun harganya, seperti kapal pesiar, rumah sangat mewah, apartemen dan kondominium sangat mewah, serta kendaraan sangat mewah.
Besarnya pungutan PPh Pasal 22 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP.
Pemungut PPh Pasal 22
Berdasarkan Peraturan menteri Keuangan Nomor: 34/PMK.010/2017, berikut ini daftar pemungut PPh Pasal 22:
- Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
- Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
- Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
- Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
- Badan Usaha Milik Negara yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi: PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero); dan
- Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
- Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
- Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
- Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
- Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja adalah industri baja yang merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara dan industri hilir.
Objek PPh Pasal 22
Objek (penghasilan yang dikenakan pajak) PPh Pasal 22 adalah suatu kegiatan. Kegiatan yang dimaksud meliputi impor barang tertentu, penjualan barang tertentu, atau penjualan kepada pembeli tertentu. Berikut kegiatan-kegiatan yang dikenakan PPh Pasal 22 (objek PPh Pasal 22):
1.) Impor barang. Impor barang dibedakan menjadi beberapa kelompok jenis barang dan kepemilikan Angka Pengenal Impor (API) bagi importirnya. Pengelompokan tersebut berpengaruh pada besarnya tarif.
2.) Ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam yang dilakukan oleh eksportir, kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajakyang terikat dalam perjanjian kerja sama pengusahaan pertambangan dan Kontrek Karya.
3.) Pembelian barang oleh:
- Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga negara lainnya.
- Bendaraha pengeluaran berkenan dengan pembayaran dengan mekanisme uang persediaann (UP)
- Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Membayar yang memberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) berkaitan dengan pembelian barang kepada pihak ketiga melalui mekanisme pembayaran langsung (LS).
4.) Pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk kegiatan usaha oleh badan usaha tertentu seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan badan badan tertentu, yaitu PT Bank BNI Syariah, PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BRI Syariah.
5.) Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif,industri farmasi.
6.) Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM), Agen Pemegang Merk (APM), dan importir umum kendaraan bermotor tidak termasuk alat berat.
7.) Penjualan kendaraan bermotor kepada distributor dalam negeri oleh produsen atau impportir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas.
8.) Pembelian barang-barang berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur yang dilakukan oleh badan uasaha industri atau eksportir
9.) Pembelelian batu bara, minaral logam, dan mineral bukan logam dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan oleh industri atau usaha.
10.) Penjualan emas batangan oleh pengusaha yang melakukan penjualan.
11.) Penjualan barang-barang yang tergolong sangat mewah oleh Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang tergolong sangat mewah.
Pengecualian Pemungutan
1.) Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
2.) Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai;
3.) Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali;
4.) Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
5.) Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak berkenaan dengan:
- Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), bendahara pengeluaran, KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)), yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
- Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (BUMN tertentu dan Bank BUMN) yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
- Pembayaran untuk;
- Pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-benda pos;
- Pemakaian air dan listrik.
6.) Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
7.) Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang impor sebagaimana dimaksud pada point 2 di atas, tetap berlaku dalam hal barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk sebesar 0% (nol persen).
Pengecualian sebagaimana dimaksud pada point 1 dan 6 dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pengecualian sebagaimana dimaksud pada point 4, 5, dan 7 di atas dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB).
Ketentuan Pengecualian pengenaan PPh Pasal 22 atas kegiatan Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau PPN, atas impor sementara dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktur Jenderal Pajak.
Saat Terutangnya PPh Pasal 22
Saat terutangmya PPh Pasal 22, dibedakan sebagai berikut:
No
|
Jenis Kegitan
|
Saat Terutang PPh Pasal 22
|
1
|
Impor barang
|
Terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Apabila
pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan dan tidak termasuk pengecualian
dan pemungutan PPh Pasal 22, PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saar
penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean atas impor.
|
2
|
Pembelian barang oleh bendaharawan pemerintah
|
PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh bendaharawan pemerintah terutang
dan dipungut pada saat pembayaran
|
3
|
Pembelian barang oleh BUMN dan badan usaha tertentu
|
PPh 22 atas pembelian barang oleh BUMN dan badan usaha tertentu yang
dimiliki secara langsung oleh BUMN, terutang dan dipungut pada saat
pembayaran
|
4
|
Penjualan hasil produksi industri tertentu
|
PPh pasal 22 wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui kantor pos,
bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh menteri keuangan dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak.
|
5
|
Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas
|
PPh Pasal 22 terutang dan dipungut pada saat penerbitan surat perintah
pengeluaran barang
|
6
|
Penjualan kendaraan bermotor
|
PPh Pasal 22 terutang dan dipungut pada saat penjualan
|
7
|
Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor
|
PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau
ekspor, terutang dan dipungut pada saat pembelian
|
8
|
Pembelian komoditas tambang
|
PPh Pasal 22 terutang dan dipungut pada saat pembelian
|
9
|
Penjualan emas
|
PPh Pasal 22 terutang dan dipungut pada saat penjualan
|
10
|
Penjualan barang yang tergolong sangat mewah
|
PPh Pasal 22 terutang dan dipungut pada saat dilakukan penjualan barang
yang tergolong sangat mewah
|
Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran PPh Pasal 22
1.) Pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh importir yang bersangkutan atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Penyetoran dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
2.) Pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh Bendahara Pemerintah dan KPA, bendahara pengeluaran dan pejabat penerbit Surat Perintah Membayar, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.
Surat Setoran Pajak tersebut berlaku juga sebagai Bukti Pemungutan Pajak
3.) Pemungutan PPh Pasal 22 oleh pemungut pajak selain , wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
Pemungut wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22.
Sifat Pemungutan
Pemungutan PPh Pasal 22 dapat bersifat final dan tidak final. Pemungutan pajak Bersifat final artinya Pajak yang telah dibayar oleh Wajib Pajak melalui pemungutan oleh pihak lain dalam tahun berjalan tersebut tidak dapat dikreditkan pda total PPh yang terutang pada akhir suatu tahun saat pengisian SPT tahunan PPh. Sebaliknya, pemungutan pajak bersifat tidak final berarti pajak yang sudah dipungut oleh pemungut atau dibayarkan dapat dikreditkan/diperhitungkan sebagai pembayaran pajak penghasilan dalam tahun berjalan oleh Wajib Pajak yang dipungut.
Setiap kegiatan yang dipungut PPh Pasal 22 bersifat tidak final. Khusus untuk PPh Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak dan bahan bakar gas oleh produsen atau importir, pemungutan PPh Pasal 22 bersifat final untuk penyerahan kepada penyalur atau agen, sedangkan bersifat tidak final untuk penjualan kepada selain penyalur/agen.
Tarif PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 dihitung dengan mengalikan tarif dan dasar pengenaan pajak. Dasar pengenaan pajak dalam pasal PPh Pasal 22 meliputi nilai impor, nilai ekspor, dan harga beli atas pembelian barang oleh instansi tertentu atau harga jual atas penjualan hasil produksi oleh usaha bidang tertentu.
PPh Pasal 22 = Tarif x Dasar Pengenaan PajakTarif dan dasar pengenaan Pajak untuk setiap kegiatan yang dikenakan PPh Pasal 22 dijelaskan dalam tabel berikut:
No
|
Objek Pajak
|
Tarif
|
Dasar Pengenaan
|
PPh Pasal 22
|
1
|
Impor barang
|
|
|
|
|
a.
Barang tertentu (Lampiran I PMK Nomor 34/PMK.010/2017)
|
10%
|
Nilai impor
|
10% x nilai impor
|
|
b. Barang tertentu lainnya (Lampiran II PMK
Nomor 34/PMK.010/2017)
|
7,5%
|
Nilai impor
|
7,5% x nilai impor
|
|
c.
Kedelai, gandum, dan tepung terigu dengan menggunakan
Angka Penal Impor (API)
|
0,5%
|
Nilai impor
|
0,5% x nilai impor
|
|
d.
Barang selain barang a, b, dan c. Menggunakan API
|
2,5%
|
Nilai impor
|
0,5% x nilai impor
|
|
e.
Barang selain c, dan d. Tidak menggunakan API
|
7,5%
|
Nilai impor
|
7,5% x nilai impor
|
|
f. Barang yang tidak dikuasai
|
7,5%
|
Harga jual lelang
|
7,5% x harga jual lelang
|
2
|
Ekspor Komoditas
|
1,5 %
|
Nilai Ekspor
|
1,5 % x nilai ekspor
|
3
|
Pembelian barang oleh bendaharawan pemerintah
|
1,5%
|
Harga tidak termasuk PPN
|
1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
|
4
|
Pembelian barang oleh BUMN dan badan usaha tertentu
|
1,5%
|
Harga tidak termasuk PPN
|
1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
|
5
|
Penjualan hasil produksi industri tertentu
|
|
|
|
|
a.
Penjualan jenis semen
|
0,25%
|
Dasar pengenaan PPN
|
0,25 x dasar pengenaan PPN
|
|
b.
Penjualan kertas
|
0,1%
|
Dasar pengenaan PPN
|
0,1% x dasar pengenaan PPN
|
|
c.
Penjualan baja
|
0,3%
|
Dasar pengenaan PPN
|
0,3% x dasar pengenaan PPN
|
|
d.
Penjualan otomotif (semua jenis kendaraan bermotor
beroda dua atau lebih, tidak termasuk alat berat
|
0,45%
|
Dasar pengenaan PPN
|
0,45% x dasar pengenaan PPN
|
|
e.
Penjualan obat
|
0,3%
|
Dasar pengenaan PPN
|
0,3% x dasar pengenaan PPN
|
6
|
Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas
|
|
|
|
|
a.
Penjualan bahan bakar minyak kepada SPBU yang dibeli
dari Pertamina
|
0,25%
|
Tidak termasuk PPN
|
0,25% x nilai penjualan tidak termasuk PPN
|
|
b.
Penjualan bahan bakar minyak kepada SPBU yang dibeli
selain dari Pertamina
|
0,3%
|
Tidak termasuk PPN
|
0,3% x nilai penjualan tidak termasuk PPN
|
|
c.
Penjualan bahan bakar minyak selain a dan b
|
0,3%
|
Tidak termasuk PPN
|
0,3 x nilai penjualan tidak termasuk PPN
|
|
d.
Penjualan bahan bakar gas
|
0,3%
|
Tidak termasuk PPN
|
0,3 x nilai penjualan tidak termasuk PPN
|
|
e.
pelumas
|
0,3%
|
Tidak termasuk PPN
|
0,3 x nilai penjualan tidak termasuk PPN
|
7
|
Penjualan kendaraan bermotor
|
0,45%
|
Dasar pengenaan PPN
|
0,45% x dasar pengenaan PPN
|
8
|
Pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor
|
0,25%
|
Tidak termasuk PPN
|
0,25% x nilai penjualan tidak termasuk PPN
|
9
|
Pembelian komoditas tambang
|
1,5%
|
Tidak termasuk PPN
|
1,5% x nilai penjualan tidak termasuk PPN
|
10
|
Penjualan emas
|
0,45%
|
Harga jual emas batangan
|
0,45% x Harga jual
|
11
|
Penjualan barang yang tergolong sangat mewah
|
5%
|
Harga barang
|
5% x harga barang
|
Keterangan:
1. Nilai impor : nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk, yaitu Cost Insurance Freight (CIF) ditambah dengan Bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-udangan kepabeanan dibidang impor.
2. Nilai ekspor adalah nilai Free on Board (FOB)
3. Dasar pengenaan pajak pertambahan nilai (DPP DPN): dapat berupa harga pembelian atau harga penjualan.
Besarnya DPP PPN ditentukan sebagai berikut:
- Jika harga pembelian/penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas barang mewah (PPnBM), besarnya DPP PPN sama dengan harga pembelian/penjualan
- Jika harga pembelian/penjualan termasuk Pajak Pertambahan Nilai, besarnya DPP PPN sama dengan harga pembelian /penjualan dibagi 110
DPP PPN = (100:110) x harga pembelian/penjualan
- Jika harga pembelian atau penjualan termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang mewah, besarnya DPP PPN sama dengan harga pembelian/penjualan dibagi 110 ditambah tarif PPnBM.
DPP PPN = (100 : (110+tarif PPnBM) x harga pembelian/penjualan
- Jika tarif PPnBM sebesar 20%
DPP PPN = (100+(110+20)) x harga pembelian/penjualan
DPP PPN = (100+130) x harga pembelian/penjualan
4. Besarnya tarif pemungutan dinaikkan 100% apabila Wajib Pajak tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. Hal ini berlaku untuk pemungutan PPh Pasal 22 yang besrifat tidak final.
Contoh Soal :
1.) PT Anda adalah importir telah memiliki API. Pada Desember 2018, melakukan impor barang (pakaian selam) dari Jepang dengan harga faktur USD100.000. Biaya asuransi dan biaya angkut pengapalan barang dari Jepang ke dalam daerah pabean (Indonesia) masing-masing sebesar 0,5% dan 10% dari harga faktur. Biaya tersebut dibayar oleh PT Anda. Tarif bea masuk 10% dfari CIF. Pungutan lain yang sah di daerah pabean adalah Rp10.000.000. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada saat itu adalah USD1=Rp14.500, sedangkan kurs BI adalah USD1=Rp14.540. Hitung PPh Pasal 22 yang harus dibayar PT Anda
PPh Pasal 22 dihitung sebagai berikut:
1. Menghitung impor
- Harga faktur (cost) USD100.000
- Biaya asuransi (insurance)
0,5% x USD100.000 USD 500
- Biaya angkut (freight)
10% x USD100.000 USD 10.000 (+)
CIF (Cost, Insurance, Freight) USD 110.500
- Bea masuk
10% x USD110.500 USD 11.050 (+)
- Nilai Impor USD 121.550
- Nilai impor (dalam rupiah)
USD121.550 x Rp14.500 Rp1.762.475.000
Pungutan lain yang sah di pabean Rp 10.000.000 (+)
Nilai Impor (NI) Rp1.772.475.000
Menghitung PPh pasal 22-impor
Besarnya PPh pasal 22 adalah
10% x Rp1.772.475.000 Rp 177.247.500
Kesimpulan
PPh merupakan pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh Bendahara pemerintah, termasuk bendahara pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, termasuk juga dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas dan pejabat lain menjalankan fungsi yang sama. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta, berkenaan dengan kegitan di bidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain. Pajak Penghasilan Pasal 22 dibayar dalam tahun berjalan melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak-pihak tertentu. Selanjutnya, pemotong atau pemungut akan menyetor dan melaporkan pajak yang telah dipotong atau dipungut. Pada umumnya PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap “menguntungkan” sehingga baik penjual maupun pembelinya.
TERIMA KASIH
SEMOGA BERMANFAAT
SEMOGA BERMANFAAT