Manajemen Stress: Pengertian, Jenis-jenis, Definisi, dan Dampak Stress
Pengertian Stres
Stress adalah keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebebkan oleh tuntutan fisik (badan) atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol.
Stes menurut para ahli adalah :
Cooper (1994) Stress didefinisikan sebagai tanggapan atau proses iternal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai opada batas kemampuan subjek.
Hanger, (1999) Stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak apabila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya.
Diana (1991) Faktor kunci stress adalah presepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi.
Jenis-Jenis Stres
Jenis tres ada dua yaitu :
1.) Eusstress, yaitu hasil dari respon terhadap stress yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
2.) Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stress yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi, seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian .
Proses Pengalaman Stres
Stress merupakan presepsi yang dinilai seseorang dari sebuah situasi atau peristiwa. Sebuah situasi yang sama dapat dinilai positif, netral atau, negatif oleh orang yang berbeda. Penilaian ini bernilai subjektif pada setiap orang. Oleh karena itu, sesorang dapat merasa lebih stress daripada yang lainnya walaupun mengalami kejadian yang sama. Selain itu, semakin banyak kejadian yang dinilai sebagai stressor oleh seseorang,maka semakin besar kemungkinan seseorang mengalami stress yang lebih berat.
Perbedaan tingkat perkembangan anak-anak dan orang dewasa tidak begitu besar dalam hal pembentuan presepsi manusia. Teori appraisal dan lazarus sudah diaplikasikan dalam penelitian terhadap anak. Salah satu penelitian yang dimaksud adalah penelitian oleh Jonshon dan Bradlyn (dalam Wolchik dan Sandler, 1997) yang ditunjukan untuk meneliti appraisal positif dan negatif terhadap suatu peristiwa serta seberapa besar penggaruh peristiwa tersebut terhadap seorang anak.
Menurut Lazaus(1991), dalam melakukan penilaian tersebut, ada dua tahap yang harus dilalui.
1.) Primary appraisal
Primary appraisal merupakan proses penentuan makna dari suatu peristiwa yang dialami individu. Peristiwa tersebut dapat diapresiasikan positif, netral, dan negatif oleh seorang individu. Peristiwa yang dinilai negatif kemudian dicari kemungkinannya adanya harm, threat, dan challenge. Harm adalah penilaian mengenai bahaya yang diperoleh dari peristiwa yag terjadi, threat kemungkinan terburuk ata ancaman yang diperoleh dari peristiwa yang terjadi dan challenge adalah tantangan akan kesangupan atau mengatasi dan mendapat keuntungan dari peristiwa yang terjadi.
Primary appraisal memiliki 3 komponen :
- Goal Relevance
- Goal Congruence
- Type Of Ego Involvement
2.) Secondary Appraisal
Secondary appraisal merupakan penilaian mengenai kemampuan individu melakukan coping beserta sumberdaya yang dimilikinya. Secondary appraisal memiliki 3 komponen yaitu :
- Blame and credit
- Coping-potential
- Future expectancy
Respon Stress
Respon stress dapat dilihat dari berbagai aspek :
- Respon fisiologis : meningkatnya tekanan darah, detak jantung, detak nadi,dan sistem pernafasan.
- Respon kognitif : pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran berulang, dan pikiran tidak wajar.
- Respon emosi : muncul sangat luas, menyangkut emosi yang mungkin dialami individu, seperti rasa takut, malu, cemas, marah, dsb
- Respon tingkah laku : dapat dibedakan menjadi fight, yaitu melawan situasi yang menekan, atau flight, yaitu menghindari situasi yang menekan.
Caping Stress
1. Proses coping stress
Stres yang muncul pada anak akan membuat anak melakukansuatu coping (Mu'tadin, 2002). Coping adalah suatu tindakan mengubah111kognitif secara konstan dan merupakan suatu usaha tingkah laku untuk mengatasi tuntunan internal dan eksternalyang dinilai membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki individu. Coping yang dilakukan ini berbeda dengan perilaku adaptifotomatis karena coping membutuhkan suatu usaha.
Coping dipandang sebagai suatu usaha untuk mengatasi situasi tertekan, tanpa memperhatikan. Namun coping bukan merupakan suatu usaha untuk menguasai seluruh situasimenekan karena tidak semua situasi tersebut dapat benar-benardikuasai. Coping yang efektif untuk dilakukan adalah coping yangmembantu seseorang untuk menoleransi dan menerima situasi menekandan tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya (Lazarus& Folkman, 1984).
Menurut Lazarus & Folkman (1984), dalam melakukan coping, ada dua strategi yang dapat ditempuh.
- Roblem-focused coping
roblem-focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan caramengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungansekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan.
- Emotion-focused coping
Emotion-focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan caramengatur respons emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengandampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yangdianggap penuh tekanan.Individu cenderung untuk menggunakan problem-focused copingdalam menghadapi masalah-masalah yang menurut individu tersebutdapat dikontrolnya. Sebaliknya,individu cenderung menggunakanemotion focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yangmenurutnya sulit untuk dikontrol (Lazarus & Folkman, 1984). Terkadang,individu dapat menggunakan kedua strategi tersebut secara bersamaan,namun tidak semua strategi coping pasti digunakan oleh individu (Taylor,1991).
Suatu studi dilakukan oleh Folkman et.al. (dalam Taylor, 1991)mengenai kemungkinan variasi dari kedua strategi terdahulu, yaituproblem-focused coping dan emotion focused coping menunjukkanadanya delapan strategi coping yang muncul, yaitu sebagai berikut :
- Problem-focused coping
1) Confrontative coping; usaha untuk mengubah keadaan yangdianggap menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahanyang cukup tinggi, dan pengambilan risiko.
2) Seeking social support; yaitu usaha untuk mendapatkankenyamanan emosional dan bantuan informasi dari orang lain.
3) Planful problem solving; usaha untuk mengubah keadaan yangdianggap menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analitis.
- Emotion focused coping
1) Self-control; usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapisituasi yang menekan.
2) Distancing; usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, sepertimenghindar dari permasalahan seakan-akan tidak terjadi apa-apaatau menciptakan pandangan-pandangan yang positif, sepertimenganggap masalah sebagai lelucon.
3) Positive reappraisal; usaha mencari makna positif dari permasa-lahan dengan terfokus pada pengembangan diri, biasanya jugamelibatkan hal-hal yang bersifat religius.
4) Accepting responssibility; usaha untuk menyadari tanggung jawabdiri sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya, dan mencobamenerimanya untuk membuat semuanya menjadi lebih baik.
5) Escape/avoidance; usaha untuk mengatasi situasi menekandengan lari dari situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih
2. Coping outcome
Lazarus dan Folkman (1984) menyatakan coping yang efektif adalah coping yang membantu seseorang untuk memberikan toleransi dan menerima situasi menekan serta tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat di kuasanya. sesuai dengan pernyataan tersebut Cohan dan Lazarus(dalam Taylor,1991) mengemukakan agar coping dilakukan dengan efektif strategi coping perlu mengacu pada lima fungsi tugas coping yang dikenal dengan istilah coping task yaitu
- Mengurangi kondisi lingkungan yang berbahaya dan meningkatkan prospek untuk memperbaikinya.
- Memberikan toleransi atau menyesuaikan diri dengan kenyataan yang negatf
- Mempertahankan gambaran diri yang positif
- Mempertahankan keseimbangan emosional
- Melanjutkan kepuasan terhadap hubungannya dengan orang lain
Menurut Taylor (1991) Efektivitas coping tergantung pada keberhasilan pemenuhan Coping task individu tidak harus memenuhi semua Coping task untuk dinyatakan berhasil melakukan coping dengan baik.Setelah coping dapat memenuhi sebagian atau semua fungsi tugas tersebut dapat terlihat bagaimana coping outcome yang dialami tiap individu.Coping outcome adalah kriteria hasil coping untuk menentukan keberhasilan coping. Coping outmen yaitu
- Ukuran fungsi fisiologis Yaitu coping dinyatakan berhasil bila coping yang dilakukan dapat mengurangi indikator dan arousal stres seperti menurunnya tekanan darah detak jantung detak nadi dan sistem pernapasan
- Apakah individu dapat kembali pada keadaan seperti sebelum ia mengalami stress dan seberapa cepat ia dapat kembali.Coping dinyatakan berhasil bila coping yang anti lakukan dapat membawa individu kembali pada keadaan seperti sebelum individu mengalami stress
- Efektivitas dalam mengurangi psychological distress.Coping dinyatakan berhasil jika coping tersebut dapat mengurangi rasa cemas dan depresi pada individu.
Definisi Stres Kerja
Stres kerja, (dalam Herawaty, 2005) menjelaskan lebih lanjut bahwa situasi kerja yang dipersepsi sebagai situasi yang menekan (stressful) jika sumber-sumber diri individu tidak sesuai dengan tuntutan yang dihadapi, mereka memiliki keterbatasan untuk mengatasi tuntutan. Tuntutan membuat seseorang mengalami stres kerja dapat ditandai dengan adanya pengalaman emosi negatif, tidak menyenangkan, serta ketidaknyamanan. Stres kerja bisa muncul karena adanya sumber-sumber stres. Sumber-sumber stres tersebut dapat ditimbulkan oleh kondisi di lingkungan kerja, di luar lingkungan kerja, maupun dari diri pribadi. (Zuhrotunnisa, 2001). Selanjutnya akan dipaparkan pengertian mengenai sumber-sumber stres kerja.
Berdasarkan penjelasan di atas, sumber-sumber stresmerupakan kondisi atau peristiwa yang membuat seseorang menjadi stres. Jadi sumber stres kerjaadalah kondisi atau peristiwa di lingkungan kerja yang membuat karyawan stres.
Cooper & Davison (dalam Rivai, 2010) membagi penyebab stres pada pekerjaan menjadi dua, yaitu:
1.) Group Stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari situasi maupun dari keadaan di dalam perusahaan, misalnya kurangnya kerjasama antara karyawan, konflik antara individu dalam suatu kelompok, maupun kurangnya dukungan sosial dari sesama karyawan di dalam perusahaan.
2.) Individual stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri individu, misalnya tipe kepribadian seseorang, kontrol personal dan tingkat kepasrahan seseorang, persepsi terhadap diri sendiri, tingkat ketabahan dalam menghadapi konflik peran serta ketidakjelasan peran.
Luthans (dalam Rivai, 2010) menyebutkan bahwa penyebab stres terdiri atas empat hal utama, yakni:
1.) Extra organizational stressors, yang terdiri dari perubahan sosial teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitas/ tempat tinggal.
2.) Organizational stressors, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi.
3.) Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal, dan intergrup.
4.) Individual stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian Tipe A, kontrol personal, learned helplessness, self-efficacy, dan daya tahan psikologis.
Sedangkan Cary Cooper (dalam Rivai, 2010) memberikan daftar lengkap penyebab stres atas pekerjaan, yaitu:
Sumber-sumber
stres kerja
|
Faktor-faktor
yang mempengaruhi (Hal-hal yang mungkin terjadi di lapangan)
|
Konsekuensi
kondisi yang sering muncul
|
Kondisi
pekerjaan
|
·
Beban kerja
berlebihan secara kuantitatif
·
Beban kerja
berlebihan secara kualitatif
·
Keputusan yang
dibuat oleh seseorang
·
Bahaya fisik
·
Jadwal bekerja
·
Technostress
|
·
Kelelahan
mental atau fisik
·
Kelelahan yang
amat sangat dalam bekerja (burnout)
·
Meningkatnya
sensitivitas dan ketegangan
|
Masalah
peran
|
·
Ketidakjelasan
peran
·
Adanya bias
dalam membedakan gender dan stereotype peran gender
·
Pelecehan
seksual
|
·
Meningkatkan
kecemasan dan ketegangan
·
Menurunnya
prestasi pekerjaan
|
Faktor
interpersonal
|
·
Hasil kerja
dan sistem dukungan sosial yang buruk
·
Persaingan
politik, kecemburuan dan kemarahan
·
Kurangnya
perhatian manajemen terhadap karyawan
|
·
Meningkatnya
ketegangan
·
Meningkatnya
tekanan darah
·
Ketidakpuasan
kerja
|
Perkembangan
karier
|
·
Promosi ke
jabatan yang lebih rendah dari kemampuannya
·
Promosi ke
jabatan yang lebih tinggi dari kemampuannya
·
Keamanan
pekerjaannya
·
Ambisi yang
berlebihan sehingga mengakibatkan frustrasi
|
·
Menurunnya
produktifitas
·
Kehilangan
rasa percaya diri
·
Meningkatkan
kesensitivitas dan ketegangan
·
Ketidakpuasan
kerja
|
Struktur
organisasi
|
·
Struktur yang
kaku dan tidak bersahabat
·
Pertempuran
politik
·
Pengawasan dan
pelatihan yang tidak seimbang
·
Ketidakterlibatan
dalam membuat keputusan
|
·
Menurunnya
motivasi dan produktifitas
·
Ketidakpuasan
kerja
|
Tampilan
rumah-pekerjaan
|
·
Mencampurkan
masalah pekerjaan dengan masalah pribadi
·
Kurangnya
dukungan dari pasangan hidup
·
Konflik
pernikahan
·
Stres karena
memiliki dua pekerjaan
|
·
Meningkatnya
konflik dan kelelahan mental
·
Menurunnya
motivasi dan produktifitas
·
Meningkatnya
konflik pernikahan
|
Dampak Stres Kerja
Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya karyawan yang stres akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stres (flight) atau frezze (berdiam diri). Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini biasanya dilakukan dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres.
Pada umumnya, stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustasi dan sebagainya.Sedangkan menurut Arnold (dalam Rivai, 2010) menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik,, kesehatan psikologis, performance, serta mempengaruhi individu dalam mengambil keputusan.
Bagi perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktifitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi, hingga turnover. Terry Beehr & John Newman (dalam Rivai, 2010) mengkaji ulang beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu:
1.) Gejala psikologis
Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil penelitian mengenai stres pekerjaan:
- Kecemasan, ketegangan, kebingungan, dan mudah tersinggung
- Perasaan frustasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)
- Sensitif dan hyperreactivity
- Memendam perasaan, penarikan diri dan depresi
- Komunikasi yang tidak efektif
- Perasaan terkucil dan terasing
- Kebosanan dan ketidakpuasan kerja
- Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi
- Kehilangan spontanitas dan kreativitas
- Menurunnya rasa percaya diri
2.) Gejala Fisiologis
Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah:
- Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular
- Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh adrenalin dan non adrenalin)
- Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung)
- Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan
- Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis (chronic fatique syndrome)
- Gangguan pernafasan
- Gangguan pada kulith.Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan ototi.Gangguan tidur
- Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk resiko tinggi kemungkinan terkena kanker
3.) Gejala perilaku
Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah:
- Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan
- Menurunnya prestasi (performance) dan produktifitas
- Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan
- Perilaku sabotase dalam pekerjaan
- Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas
- Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan depresi
- Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti nyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi
- Meningkatnya agresifitas, vitalisme, dan kriminalisme
- Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman
- Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri
Strategi Manajemen Stres Kerja
1.) Pendekatan individual
Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mengurangi levelstresnya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif, yaitupengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungansosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik, seorang karyawan dapatmenyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yangtergesa-gesa. Latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebihprima sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selainitu, untuk mengurangi stres, pekerja perlu melakukan kegiatan-kegiatansantai. Strategi terakhir untuk mengurangi stres adalah denganmengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang dapat memberikandukungan dan saran-saran bagi dirinya.
2.) Pendekatan organisasional
Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peranserta struktur organisasi yang semuanya dikendalikan oleh manajemen,Sehingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu, strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengurangi streskaryawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan,redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasiorganisasional, dan program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut,karyawan memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannyadan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanyahubungan interpersonal yang sehat dan perawatan terhadap kondisi fisik dan mental.
Kesipulan
Stress adalah keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebebkan oleh tuntutan fisik (badan) atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol. Stress merupakan presepsi yang dinilai seseorang dari sebuah situasi atau peristiwa. Sebuah situasi yang sama dapat dinilai positif, netral atau, negatif oleh orang yang berbeda. Penilaian ini bernilai subjektif pada setiap orang. Oleh karena itu, sesorang dapat merasa lebih stress daripada yang lainnya walaupun mengalami kejadian yang sama. Selain itu, semakin banyak kejadian yang dinilai sebagai stressor oleh seseorang,maka semakin besar kemungkinan seseorang mengalami stress yang lebih berat. Stres kerja, (dalam Herawaty, 2005) menjelaskan lebih lanjut bahwa situasi kerja yang dipersepsi sebagai situasi yang menekan (stressful) jika sumber-sumber diri individu tidak sesuai dengan tuntutan yang dihadapi, mereka memiliki keterbatasan untuk mengatasi tuntutan.
TERIMA KASIH
SEMOGA BERMANFAAT
SEMOGA BERMANFAAT