-->
Makalah Kerja Sama Perusahaan Internasional (Aliansi strategis)

Makalah Kerja Sama Perusahaan Internasional (Aliansi strategis)

Makalah Kerja Sama Perusahaan Internasional (Aliansi strategis)

Kerja Sama Perusahaan Internasional (Aliansi strategis)

Kerja Sama Perusahaan Internasional 
Kerjasama antar perusahaan internasional dapat terjadi diberbagai bentuk, misalnya persetujuan lisensi silang teknologi kepemilikan hak, berbagi fasilitas produksi bersama-sama, atau pembiayaan bersama (co-funding) proyek-proyek riset, atau memasasarkan produk masing-masing dengan memakai jaringan distribusi yang sudah ada. Bentuk-bentuk kerjasama itu disebut aliansi strategis, yaitu menyetujui bisnis dimana dua atau lebih perusahaan memutuskan untuk melakukan kerjasama guna mendapatkan keuntungan bersama. Mitra-mitra dalam aliansi strategis untuk mendukung kegiatan penelitian dan pengembangan. Usaha patungan adalah bentuk khusus aliansi strategis yang merupakan gabungan dua atau lebih perusahaan untuk menciptakan entitas bisnis baru yang secara hukum terpisah dan berbeda dari induk perusahaannya. Usaha patungan biasanya berbentuk perusahaan dan dimiliki oleh induk perusahaan dengan proporsi sesuai hasil negosiasi. Usaha patungan harus memiliki manajer dan dewan direksi yang berbeda. Aliansi strategis hanyalah salah satu metode yang dilakukan perusahaan agar dapat masuk atau melakukan ekspansi operasi internasional.  Aliansi strategis non usaha patungan dapat dibentuk semata-mata untuk membuat partner mampu mengatasi halangan yang dihadapi dalam jangka pendek. 
Usaha patungan akan lebih bermanfaat jika kedua perusahaan merencanakan hubungan jangka Panjang yang lebih ekstentif. Aliansi strategis non usaha patungan biasanya memiliki tujuan dan lingkup yang sangat sempit, misalnya memasarkan sistem videophone baru di Kanada. Usaha patungan dapat di bentuk jiak perusahaan ingin bekerjasama dalam mendesain, memproduksi, dan menjual berbagai jenis alat telekomunikasi di Amerika Utara. Aliansi strategis non usaha patungan sering dibentuk untuk tujuan tertentu yang akan berakhir secara alami. Contohnya perjanjian antara produsen kamera, canon, Minolta, dan Nikon, dan produksi film, fuji dan kodak, yang bersama-sama menciptakan advanced photo system untuk kamera dan film akan berakhir ketika standar baru tesebut selesai dikembangkan Karena misinya yang sempit dan tidak adanya struktur organisasi yang formal, aliansi strategis non usaha patungan biasanya kurang stabil dibandingkan usaha patungan.


Faktor Pendorong Aliansi Strategis
Kenichi Ohmae (1989), berpendapat bahwa syarat yang diperlukan dalam aliansi adalah bergesernya fokus perhatian dari ROI (Return on Investment) menjadi ROS (Return on Sale). Orientasi terhadap ROS berarti manajer memusatkan perhatian pada berjalannya manfaat bisnis yang ditimbulkan oleh aliansi, dan tidak hanya duduk ongkang-ongkang serta menanti return atas investasi awal mereka. 
Tujuan utama aliansi strategis adalah memungkinkan suatu perusahaan atau grup untuk mencapai tujuan tertentu yang tidak dapat dicapai dengan usaha sendiri (Dicken, 1992: 213-215). Dengan kata lain, suatu aliansi selalu membagi resiko sekaligus keuntungan dengan cara menanggung pengambilan keputusan bersama untuk bidang tertentu. Dalam strategi aliansi, hanya beberapa aktivitas bisnis beserta aliansi yang dilibatkan. Dalam aspek ini, perusahaan atau grup tidak hanya tetap terpisah, namun juga sering tetap menjadi pesaing. Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa alasan rasional ditempuhnya aliansi strategis adalah memanfaatkan keunggulan suatu perusahaan dan mengompensasi kelemahannya dengan keunggulan yang dimiliki sang mitra bisnis. Aliansi strategis dapat terjadi dalam bidang Litbang, hingga pengolahan, distribusi, atau pemasaran. 
Begitu banyak manfaat aliansi, sehingga Ohmae (1989) mencatat bahwa 9 dari 10 pelaku aliansi akan tetap dalam aliansi apabila mungkin. Kanter (1994), berdasarkan penelitiannya terhadap 37 perusahaan dan partnernya dari 11 penjuru dunia (USA, kanada, Perancis, jerman, inggris, belanda, turki, cina, hong kong, Indonesia, dan jepang), menyimpulkan bahwa adanya tiga aspek fundamental dari aliansi bisnis: pertama, aliansi harus membawa manfaat bagi mitra kerja yang terlibat, namun aliansi tidak hanya sekedar perjanjian. Pelaku aliansi hidup dalam sistem yang progresif, koneksi menawarkan pilihan akan masa mendatang, membuka pintu baru, dan peluang yang tidak terlihat sebelumnya. Kedua, aliansi berarti kolaborasi (menciptakan nilai baru secara bersama-sama) dan tidak hanya sekedar pertukaran (mendapatkan suatu pengembalian atas apa yang anda berikan). suatu kolaborasi yang aktif terjadi bila pelaku aliansi mengembangkan mekanisme (struktur, proses, dan skill) yang menjembatani perbedaan organisasi dan interpersonal, serta mendapatkan real value dari aliansi. Ketiga, pelaku aliansi tidak dapat “dikontrol” oleh sistem yang formal namun memerlukan jaringan keterkaitan interpersonal dan infrastruktur internal yang meningkatkan proses belajar. 
1.) Faktor eksternal
Dimensi perubahan lingkungan eksternal yang mendorong aliansi adalah sebagai berikut:
.Proses globalisasi menjadi kekuatan utama dibalik pertumbuhan aktivitas nilai tambah lintas batas negara, yang pada gilirannya meningkatkan saling ketergantungan ekonomi. Perkembangan globalisasi membawa serangkaian reaksi,yang didalamnya terdapat kecenderungan meningkatnya aktivitas aktivitas perusahaan baik domestik maupun internasional yang harus ditangani tidak hanya melalui internalisasi pasar produk antara dengan hierarki. Tetapi melalui apa yang disebut “aliance capitalism”.
  • .Meningkatnya internasionalisasi dan persaingan menimbulkan kebutuhan untuk bekerja sama secara regional. Disamping itu, karena “keseluruhan bisnis adalah lokal”, perusahaan membutuhkan mitra kerja lokal untuk menangani perbedaan lingkungan lokal dan budaya.
  • .Perkembangan teknologi yang cepat, siklus umur produk yang lebih pendek, dan kenaikan biaya Litbang (R&D) telah mendorong perusahaan-perusahaan untuk mewujudkan riset bersama dan berbagi sumber daya yang langka.
  • .munculnya banyak pesaing baru dalam bisnis tradisional telah memaksa perusahaan yang ada untuk membina hubungan dan memperluas jaringan yang erat. Selain itu, untuk menciptakan penghalang bagi pesaing baru.
  • .pergeseran dari produk menuju kompetensi memaksa perusahaan untuk keluar dan mencari pengetahuan yang saling melengkapi dan kompetensi yang baru. Akibatnya, bila pada dasawarsa 1970 an dan 1980 an aliansi menekankan pada produk dan didorong oleh pasar, pada dasawarsa 1990-an aliansi semakin bersifat kerjasama yang berbasis pengetahuan dan kompetensi. 

2.) Faktor faktor internal yang menjadi motif dan tujuan aliansi
Ada beberapa alasan mengapa perusahaan-perusahaan berjuang keras mewujudkan aliansi strategis, yang dapat dijelaskan oleh kondisi internal dan eksternal perusahaan. Rangsangan utama untuk beraliansi adalah kebutuhan untuk bekerja sama fleksibilitas, kompetensi inti, dan insentif berasal dari otonomi,pada waktu yang sama memanfaatkan sumber daya yang saling melengkapi bagi pembelajaran dan efisiensi (Freeman & Perez, 1989; Wahyuni, 2003).
Motif dan tujuan perusahaan merupakan faktor pendorong utama aliansi, clan faktor-faktor lingkungan eksternal perusahaan.motif dan tujuan dibentuknya aliansi strategis setidaknya meliputi: 
  • Teknologi
  • Aset financial
  • Persaingan
  • Akses pada segmen pasar
  • Akses terhadap input, output, dan pengalaman manajemen
  • Sumber daya dan kapabilitas yang saling melengkapi. 


Keuntungan Aliansi Strategis
Perusahaan yang ikut ambil bagian dalam aliansi strategis biasanya mengharapkan berbagai manfaat. Seperti yang dijelaskan pada Gambar dibawah, perusahaan internasional melihat empat manfaat aliansi strategis: kemudahan masuk ke pasar, berbagi risiko, berbagi pengetahuan dan keahlian, serta sinergi dan keunggulan bersaing.
1.) Kemudahan Masuk ke Pasar
Perusahaan yang ingin masuk ke pasar baru sering menghadapi berbagai masalah besar, seperti persaingan yang ketal dan peraturan pemerintah yang tidak mendukung. Berpartner dengan perusahaan lokal sering dapat membantu perusahaan untuk mengatasi hambatan-hambatan seperti itu. Dalam kasus lain, skala ekonomi dan lingkup pemasaran serta distribusi memberikan manfaat bagi perusahaan yang secara agresif masuk ke berbagai pasar. Akan tetapi, biaya yang harus dikeluarkan untuk kecepatan dan keberanian ini sering terlalu besar bagi perusahaan tunggal. Aliansi strategis akan membuat perusahaan mampu memeroleh manfaat dari cepatnya masuk ke pasar baru dengan biaya rendah.
2.) Berbagi Risiko
Saat ini industri-industri besar begitu kompetitif sehingga tidak ada perusahaan yang dapat menjamin akan meraih kesuksesan ketika perusahaan memasuki pasar yang baru atau mengembangkan produk baru. Aliansi strategis dapat dipakai untuk mengurangi atau mengendalikan risiko perusahaan tunggal. Misalnya, Boeing membentuk aliansi strategis dengan beberapa perusahaan Jepang untuk mengurangi risiko finansial dalam pengembangan dan produksi Boeing 777, pesawat jet penumpangnya terbaru. Riset, desain, dan tes keselamatan (safety-testing) model pesawat baru memakan biaya miliaran dolar, yang sebagian besar harus dibelanjakan sebelum perusahaan menentukan seberapa bagus pesawat tersebut akan diterima dengan baik oleh pasar. Walaupun Boeing menikmati kesuksesan sebagai produsen pesawat komersial, perusahaan ini ingin mengurangi risiko finansial proyek 777. Jadi, perusahaan ini bekerja sama dengan tiga partner Jepang Fuji, Mitsubishi, dan Kawasaki - yang menyetujui ketiga partner Jepang ini membuat 20% dari pesawat 777. Boeing, sebagai partner pengendali (controlling partner) dalam aliansi ini, juga berharap partner-partnernya akan membantu menjual pesawat baru tersebut ke pelanggan di Jepang seperti Japan Air Lines dan All Nippon Airways.
Atau perhatikan aliansi strategis antara Kodak dan Fuji dan tiga produsen kamera asal Jepang yang sudah dibahas sebelumnya. Tentu tampak aneh bagi Kodak untuk bekerja sama dengan Fuji, pesaing terbesarnya, untuk mengembangkan film baru yang sekarang keduanya memproduksi dan menjualnya. Akan tetapi, jika diamati lebih lanjut, perjanjian ini mengurangi risiko Kodak secara signifikan. Manajer-manajer Kodak menyadari bahwa jika mereka mengembangkan sendiri film ini, Fuji akan menyaingi inovasi ini secara agresif dan Kodak harus bekerja lebih keras lagi untuk meraih konsumen supaya bersedia menerima film dengan standar baru. Yang lebih buruk lagi, Fuji mungkin akan memutuskan untuk mengembangkan standar baru sendiri untuk filmnya, dengan demikian akan membahayakan investasi riset dan pengembangan Kodak, jika industri manufaktur kamera yang didominasi oleh produsen Jepang, akan memakai pendekatan yang dikembangkan Fuji bukannya Kodak. Sadar akan kerugian finansial yang telah dikeluarkan Sony ketika VHS, bukan Betamax, menjadi format standar video, Kodak kemudian memutuskan untuk bekerja sama dengan Fuji. Melalui aliansi strategis ini, Kodak barangkali berkurang potensi labanya, tetapi secara substansial juga berkurang risikonya. Perusahaan ini juga dapat bersaing dengan bebas dalam memilih lokasi pemasaran, bebas memanfaatkan pengaruh pemasaran, jaringan distribusi, dan nama merek yang hebat melawan usaha-usaha yang dilakukan oleh pesaingnya.
Berbagi risiko menjadi pertimbangan yang sangat penting ketika perusahaan masuk ke pasar yang relatif baru atau yang memiliki tingkat ketidakpastian dan instabilitas tinggi."Melanglang ke Luar Negeri" membahas cara perusahaan internasional, Otis Lift, memakai usaha patungan untuk mengurangi risiko ketika menghadapi keadaan seperti di atas.
3.) Berbagi Pengetahuan dan Keahlian
Masih ada alasan lain untuk membentuk aliansi strategis, yakni potensi perusahaan untuk memeroleh pengetahuan dan keahlian yang dianggap kurang. Perusahaan tertentu mungkin ingin belajar tentang cara memproduksi sesuatu, cara memeroleh sumber daya tertentu, cara menghadapi peraturan pemerintah lokal, atau cara mengelola lingkungan yang berbedac- informasi yang sering kali ditawarkan oleh partner perusahaan. Perusahaan ini kemudian dapat memakai informasi yang baru saja diperoleh tersebut untuk tujuan lain.
Salah satu usaha patungan yang sukses di Amerika adalah kerja sama antara Toyota dan GM. General Motors menutup pabrik pembuatan mobilnya di Fremont, California, karena dianggap tidak efisien dan biaya operasinya terlalu mahal. Toyota kemudian setuju untuk membuka kembali pabrik itu dan mengelolanya melalui usaha patungan yang disebut NUMMI (New United Motor Manufacturing, Inc.). Walaupun kepemilikan NUMMI oleh kedua perusahaan ini sama besar, Toyota mengelola fasilitas dan memproduksi mobil untuk kedua perusahaan itu. Alasan masing-masing perusahaan membentuk perjanjian ini terutama untuk memeroleh pengetahuan.Toyota ingin belajar mengenai cara berhubungan dengan tenaga kerja dan para pemasok suku cadang di pasar A.S; GM ingin mengamati praktik manajemen Jepang secara langsung. Toyota memakai informasi yang baru saja diperoleh tersebut ketika membuka pabriknya sendiri di Georgetown, Kentucky beberapa tahun kemudian. GM memakai pengetahuan yang didapat dari NUMMI dalam mengembangkan dan mengoperasikan divisi otomotif terbarunya yakni Saturn, dan mengorganisir pabrik perakitan baru di Eropa yang terletak di Eisenach, Jerman. Hasilnya, produktivitas pabrik ini dua kali lipat dibanding pabrik GM di Amerika Serikat.
4.) Sinergi dan Keunggulan Bersaing
Perusahaan-perusahaan membentuk aliansi strategis agar dapat mencapai sinergi dan keunggulan bersaing. Keunggulan-keunggulan ini mencerminkan kombinasi dari keunggulan-keunggulan lain yang dibahas di bagian ini: Idenya adalah bahwa melalui beberapa kombinasi untuk masuk ke pasar, berbagi risiko, dan potensi pengetahuan, setiap perusahaan yang berkolaborasi ini akan dapat mencapai lebih banyak dan bersaing dengan lebih efisien dibandingkan jika perusahaan ini berusaha masuk ke pasar atau industri baru sendirian.
Misalnya, menciptakan citra merek (brand image) yang baik di benak konsumen merupakan proses yang membutuhkan waktu lama dan mahal, seperti halnya menciptakan jaringan distribusi yang efisien dan meraih pengaruh kuat dari para pengecer untuk merebut rak-rak tempat meletakkan produk-produk perusahaan. Faktor-faktor ini membuat PepsiCo, produsen minuman ringan terbesar kedua di dunia, membentuk usaha patungan dengan Thomas J. Lipton Co., divisi Unilever, untuk memproduksi teh siap minum di Amerika Serikat. Lipton, yang saat ini memiliki 50% pangsa pasar teh siap minum dunia yang nilai totalnya mencapai $400 juta, memberi usaha patungan ini keahlian produksi dan pengenalan merek untuk produk teh. PepsiCo menyediakan jaringan distribusi yang luas dan berpengalaman di A.S. Demikian pula, Siemens dan Motorola membentuk usaha patungan untuk menghasilkan chip komputer DRAM 64 megabyte dan 256 megabyte. Siemens membentuk tim dengan Siemens sebagian untuk membantu pembiayaan pabrik baru senilai $1.5 miliar yang disetujui untuk dibangun oleh partner-partner, sementara Siemens mencari manfaat dari keahlian manufaktur Motorola dan perbaikan aksesnya ke pasar A.S, yang mencakup 40% pasar chip memori DRAM seluruh dunia. “E World” menyajikan contoh lain fenomena ini.


Lingkup Aliansi Strategis
Lingkup kerja sama antar perusahaan sangat berbeda-beda, seperti yang diilustrasikan pada Gambar dibawah. Misalnya, kerja sama ini terdiri dari aliansi komprehensif, di mana setiap partner berpartisipasi ke dalam setiap sisi penyelenggaraan bisnis, mulai dari desain produk sampai produksi dan pemasarannya. Atau perusahaan membentuk aliansi yang lingkupnya lebih sempit yang berfokus hanya pada satu elemen bisnis, misalnya riset dan pengembangan (R & D). Tingkat kerja sama ini tergantung pada sasaran setiap partner.
a.) Aliansi Komperehensif
Aliansi komprehensif (comprehensive alliances) terbentuk ketika para partisipan setuju untuk melaksanakan secara bersama-sama berbagai tahapan proses yang membuat produk atau jasa yang dapat dibawa ke pasar: R&D, desain, produksi, pemasaran, dan distribusi. Karena luasnya lingkup aliansi ini, perusahaan harus menyusun prosedur untuk mengatur fungsi-fungsi seperti keuangan, produksi, dan pemasaran bagi aliansi ini agar mencapai kesuksesan. Namun, mengintegrasikan prosedur operasi sejumlah induk perusahaan yang berbeda dengan aktivitas fungsi-fungsi yang lingkupnya begitu luas akan sulit dilakukan karena tidak adanya struktur organisasi formal. Akibatnya, kebanyakan aliansi komprehensif diorganisir sebagai usaha patungan. Sebagai entitas independen, usaha patungan dapat memakai prosedur operasi yang sesuai dengan kebutuhan tertentu, bukannya berusaha mengakomodasikan prosedur induk perusahaan yang sering tidak sesuai, seperti kasus pada jenis aliansi strategis yang lain.
Selain itu, dengan mengintegrasikan usaha-usahanya secara penuh. perusahaan yang berpartisipasi dapat mencapai sinergi yang lebih besar melalui ukuran aliansi yang ramping dan sumber daya yang lebih banyak. Misalnya, General Mills masih akan menghadapi persaingan yang sangat ketat di pasar sereal Eropa jika usaha patungan yang dibentuk dengan Nestle hanya mencakup satu fungsi saja, misalnya pemasaran. Tetapi, gabungan kekuatan relatif setiap perusahaan (keahlian memproduksi sereal dari General Mills dan jaringan distribusi maupun kepopuleran nama Nestle di Eropa) menghasilkan unit bisnis yang muncul sebagai pesaing berat Kellog.

b.) Aliansi Fungsional
Aliansi strategis juga dapat dibentuk dengan lingkup yang lebih sempit dengan menyertakan hanya satu fungsi bisnis. Dalam kasus seperti itu, mengintegrasikan kebutuhan induk perusahaan tidak terlalu kompleks. Jadi, biasanya aliansi yang berbasis fungsional tidak berbentuk usaha patungan, walaupun usaha patungan tetap menjadi bentuk organisasi yang lebih umum. Jenis-jenis aliansi fungsional meliputi aliansi produksi, aliansi pemasaran, aliansi keuangan, dan aliansi R&D.
  • Aliansi Produksi

Aliansi produksi merupakan aliansi fungsional di mana dua atau lebih perusahaan membuat produk atau jasanya masing-masing dengan fasilitas yang dipakai bersama. Aliansi produksi dapat memakai fasilitas yang telah dimiliki oleh salah satu partner. Misalnya, seperti yang sudah dibahas sebelumnya, usaha patungan NUMMI antara Toyota dan GM dilakukan di pabrik perakitan GM di California, yang sebelumnya sudah ditutup oleh perusahaan. Alternatif lain, partner-partner dapat memilih untuk membangun pabrik baru, seperti pada kasus usaha patungan senilai $500 juta yang dibentuk Chrysler dan BMW, untuk memproduksi mesin kecil empat silinder berukuran 1.4 liter, di Amerika Selatan. Kedua perusahaan ini yakin bahwa perusahaan harus memproduksi mesin berukuran ini jika ingin bersaing dengan efektif di Amerika Selatan dan negara-negara berkembang di Asia. Kedua perusahaan itu sccara independen telah menentukan bahwa untuk mencapai skala ekonomi maka pabrik mesin yang efisien harus memproduksi 400.000 mesin per tahun, namun setiap perusahaan yakin hanya mampu menjual setengah dari jumlah mobil yang diberi tenaga mesin 1.4 liter itu. Pembentukan usaha patungan itu dengan cepat dapat mengatasi masalah ini, dan, sebagai bonus tambahan, usaha patungan ini membuat perusahaan tersebut memiliki akses yang lebih baik ke negara-negara Mercosur. Sama halnya, BMW dan produsen mobil asal Perancis yakni PSA Peugeot Citroen, baru-baru ini membentuk aliansi produksi baru untuk memproduksi mesin-mesin baru Bersama-sama. Pusat riset BMW di Munich mengendalikan desain mesin-mesin baru ini, dan PSA menangani pengadaan dan keahlian teknisnya.
  • Aliansi Pemasaran

Aliansi pemasaran merupakan aliansi fungsional di mana dua atau lebih perusahaan berbagi jasa atau keahlian pemasaran. Dalam banyak kasus, salah satu partner memperkenalkan produk atau jasanya ke pasar yang sudah dimasuki lebih dulu oleh partner yang lain. Perusahaan yang sudah mapan ini membantu perusahaan pendatang baru dalam mempromosikan, mengiklankan, dan mendistribusikan produk atau jasanya. Perusahaan yang sudah mapan ini akan menegosiasikan harga tetap atas bantuan yang diberikannya, atau berbagi dalam bentuk prosentase penjualan atau laba. Alteratif lain, kedua perusahaan setuju untuk saling memasarkan produk dari partnernya dengan dasar timbal balik. Contohnya, produsen mainan asal A.S yakni Mattel, dan pesaingnya asal Jepang yakni Bandai, membentuk aliansi pemasaran strategis. Bandai setuju untuk mendistribusikan produk Mattel seperti boneka Barbie, mainan Hot Wheels, dan Fisher Price di Jepang, sementara Mattel setuju untuk memasarkan produk-produk Bandai seperti Power Ranger dan Digimon di Amerika Latin, tempat jaringan distribusi Mattel sangat kuat, namun Bandai tidak dikenal. Akan tetapi, ketika membentuk aliansi pemasaran, setiap partner harus benar-benar yakin bahwa harapan dan kebutuhan mereka dapat saling dipahami. Seperti yang ditunjukkan dalam "Memperjelas Dunia dalam Gambaran" kegagalan dalam mencapai pemahaman tersebut dapat mengurangi kesuksesan aliansi.
  • Aliansi Keuangan

Aliansi keuangan merupakan aliansi fungsional perusahaan-perusahaan yang ingin mengurangi risiko finansial yang terkait dengan proyek tertentu. Partner-partner memberikan sumber finansial ke proyek dalam proporsi yang sama, atau salah satu partner memberikan sebagian besar finansial, sementara partner (partner-partner) lain menyediakan keahlian khusus atau memberikan kontribusi lain untuk mengimbangi kecilnya investasi finansial yang diberikan. Aliansi strategis antara Boeing dan ketiga partner Jepangnya dibentuk terutama untuk tujuan finansial - Boeing ingin ketiga perusahaan yang lain menutup biaya R&D dan biaya produksi. Ketiga perusahaan ini, pada gilirannya, melihat peluang untuk memeroleh pengalaman berharga dalam produksi pesawat komersial, dan juga laba. Dan 20th Century Fox dan Paramount Picture membentuk aliansi keuangan untuk memproduksi Titanic, film yang paling sukses dalam sejarah.
  • Aliansi Riset dan Pengembangan

Perubahan teknologi yang sangat cepat dalam industri berteknologi tinggi dan melambungnya biaya agar selalu mampu mengikuti perubahan itu telah mendorong meningkatnya aliansi-aliansi fungsional yang berfokus pada R&D. Dalam aliansi R&D (R&D = Research & Development), partner-partner setuju untuk mengadakan riset bersama untuk mengembangkan produk atau jasa baru. Contoh aliansi R&D ini dibentuk pada tahun 2000 oleh Intel. Micron Technology, Samsung, Hyundai, NEC, dan Siemens untuk mengembangkan chip DRAM generasi berikutnya. Dengan cara yang sama, Bayer AG membentuk aliansi R&D dengan beberapa perusahaan bioteknologi yang lebih seperti Millenium Pharmaceuticals dan Morphosys untuk memperkuat riset bersama guna menemukan obat-obatan baru.
Aliansi-aliansi tersebut biasanya tidak berbentuk usaha patungan, karena pengetahuan ilmiah dapat disebarluaskan ke para partner melalui konferensi riset pribadi, pertukaran makalah-makalah ilmiah, dan kunjungan ke laboratorium. Selain itu, membentuk organisasi berbadan hukum yang terpisah dan melengkapinya dengan staf tim peneliti yang diambil dari masing-masing partner akan mengganggu kerja ilmiah yang sedang berlangsung di laboratorium setiap partner. Malah setiap partner setuju untuk melakukan lisensi silang (cross-license) teknologi baru apapun yang dikembangkan laboratorium, dengan demikian partner (para partner) dapat memakai hak patennya dengan leluasa. Setiap partner memiliki akses yang sama pada seluruh teknologi yang dikembangkan oleh aliansi, suatu perjanjian yang menjamin bahwa partner-partner tersebut tidak ada yang tertinggal dalam pengembangan teknologi. Partner-partner juga bebas dari perselisihan hukum tentang kepemilikan dan validitas hak paten. Misalnya, aliansi antara Kodak, Fuji, dan tiga produsen kamera dari Jepang berfokus hanya pada R&D. Baik Kodak maupun Fuji memiliki lisensi untuk membuat film baru dengan teknologi yang baru dikembangkan; ketiga produsen kamera tersebut bebas untuk memasarkan kamera yang memakai film itu.
Karena pentingnya industri berteknologi tinggi bagi perekonomian dunia, banyak negara mendorong usaha-usaha untuk membentuk konsorsium R&D sebagai bagian dari kebijakan industri. Konsorsium R&D merupakan konfederasi organisasi-organisasi yang bekerja sama untuk meneliti dan mengembangkan produk dan proses baru yang ditujukan ke pasar dunia.
Konsorsium ini merupakan bentuk khusus aliansi strategis yang peran pemerintah sangat penting dalam pembentukan dan kelanjutan operasinya. Perusahaan-perusahaan Jepang telah mempraktikkan jenis kerja sama ini dengan sukses selama bertahun-tahun. Misalnya, lehih dari dua dekade lalu pemerintah Jepang, Nippon Telephone and Telegraph, Mitsubishi, Matsushita, dan tiga perusahaan Jepang lain sepakat untuk mengadakan kerja sama menciptakan jenis baru chip memori yang berkapasitas besar. Kerja sama ini berhasil meraih sukses sehingga perusahaan-perusahaan tersebut mampu mendominasi pasar ini selama beberapa tahun. Dengan cara yang sama, Uni Eropa juga telah mengembangkan usaha-usaha riset bersama dengan akronim yang lebih canggih - seperti ESPRIT, RACE, BRITE, EURAM, JOULE, dan SCIENCE - untuk memastikan bahwa perusahaan-perusahaan Eropa dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan A.S dan Jepang di pasar teknologi tinggi.


Implementasi Aliansi Strategis
Keputusan untuk membentuk aliensi strategis muncul harus berkembang dari proses perencanaan strategi perusahaan. Setelah membuat strategi ini para manager kemudian harus menangani beberapa isu penting yang menentukan tahapan-tahapan tentang cara pengelolaan perjanjian tersebut. Beberapa isu yang sangat penting adalah pemilihan partner, bentuk kepemilikan, dan pertimbangan manajemen bersama. 
1.) Pemilihan Partner
Kesuksesan setiap kerja sama tergantung pada pemilihan partner yang tepat. Riset menemukan bahwa aliensi strategis kemungkinan menjadi sukses jika ketrampilan dan sumber daya para partner yang saling melengkapi masing-masing memebawa kekuatan organisasi yang tidak dimiliki oleh yang lain. Setiap perusahaan yang sedang memikirkan aliansi strategis harus mempertimbangakan 4 faktor antara lain : 
  • Kecocokan 

Perusahaan harus memilih partner yang cocok dan dapat dipercaya dan dapat bekerja sama dengan efektif. Tanpa adanya saling percaya aliensi strategi tidak akan berjalan dengan sukses. Ketidakcocokan dalam filosofi operasi perusahaan dapat menghancurkan aliansi. 
  • Sifat Produk atau Jasa Calon Partner

Faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah sifat produk atau jasa calon partner. Sangat sulit untuk bekerja sama dengan perusahaan di pasar tertentu sementara harus bersaing dengan perusahaan yang sama di pasar lain. Maka dari itu para ahli yakin bahwa perusahaan sebaiknya bekerja sama dengan partner yang produk atau jasanya saling melengkapi tapi tidak langsung bersaing dengan produknya sendiri.
  • Keamanan Aliansi secara Relatif  

Dengan adanya kompleksitas dan potensi kerugian karena gagalnya kerja sama, para manager harus memperoleh informasi sebanyak mungkin dari calon partner sebelum membentuk aliansi strategis. Misalnya para manager harus menilai kesuksesan atau kegagalan aliansi strategis yang sebelumnya dibentuk oleh calon partner. 
  • Potensi Pembelajaran Aliansi

Sebelum membentuk aliansi strategis para partner harus menilai potensi untuk saling belajar. Area pembelajaran sangat bervariasi, dari yang sangat spesifik misalnya cara mengolah persediaan dengan efisien atau cara memilih karyawan dengan lebih efektif. Sampai ke yang sangat umum misalnya, cara memdifikasi budaya perusahaan atau cara mengelola perusahaan agar lebih strategis. Akan tetapi pada saat yang sama setiap partner harus menilai dengan hati-hati nilai informasi itu sendiri dan tidak memeberitahu partner yang lain agar tidak menimbulkan kerugian persaingan. 

2.) Bentuk Kepemilikan
Isu lain dalam bentuk aliansi strategis adalah bentuk asli dari kepemilikan yang akan dipakai. Usaha patungan hampir selalu berbentuk korporat (PT), biasanya dibentuk di negara dimana bisnis akan dilakukan. Bentuk korporat akan membuat para partner mampu mengatur struktur pajak yang menguntungkan, mengimplementasi perjanjian tentang kepemilikan baru, dan melindungi aset lain dengan lebih baik. Bentuk ini juga membuat usaha patungan dapat menciptakan identitasnya sendiri yang berbeda dengan partner. 
Dalam kasus-kasus khusus pembentukan usaha patungan barangkali tidak mungkin atau tidak meguntungkan. Misalnya hambatan-hambatan lokal pada perusahaan begitu ketatnya atau memberatkan sehingga pembentukan perusahaan baru tidak optimal.
Salah satu bentuk khusus usaha patungan adalah usaha ventura pemerintah dan swasta (public-private venture) yaitu usaha yang melibatkan persekutuan antara perusahaan pemerintah dan swasta. Perjanjian ini dibentuk karena beberapa kondisi. 
Ketika pemerintah negara tertentu mengendalikan sumber daya yang ingin dikembangakan, pemerintah membutuhkan bantuan perusahaan yang memiliki keahlian yang berhubungan dengan sumber daya tersebut. Sama halnya perusahaan juga dapat membentuk usaha ventura pemerintah swasta jika negera tersebut tidak meberikan ijin operasi ke perusahaan secara keseluruhan dimiliki pihak asing. Jika perusahaan tidak dapat menempatkan artner yang cocok, perusahaan dapat meminta bantuan pemerintah untuk berpartisipasi kedalam usaha patungan, atau pemerintah dapat meminta sebagian saham yang dimilikinya. 

3.) Pertimbangan Manajemen Bersama
Dalam perjanjian manajemen bersama, setiap partner berpartisipasi penuh dan aktif ke dalam mengelola aliansi. Partner-partner menjalankan aliansi itu, dan manajer-manajernya secara teratur menyampaikan intruksi dan rinciannya ke manajer aliansi. Manajer–manajer aliansi memiliki kekuasaan yang terbatas dan harus menangguhkan sebagian besar keputusan ke manajer-manajer induk perusahaan. Tipe perjanjian ini mengharuskan tingginya tingkat koordinasi dan perjanjian yang mendekati sempurna di antara partner-partner partisipan. Jadi perjanjian ini juga yang paling sulit dikelola dan paling rentan menimbulkan konflik di antara partner-partner. Contoh usaha patungan yang memakai perjanjian manajemen bersama adalah perusahaan yang di bentuk oleh Coca-cola dan Group Dadone  dari perancis yang mendistribusikan jus jeruk Coke’s Minute Maid di Eropa dan Amerika Latin. Usaha patungan ini menggabungkan jaringan distribusi dan fasilitas produksi Danone memasok 15% - 30% produk susu yang dijual di supermarket di Eropa dan Amerika Latin dengan merek dagang Minute Maid. Usaha ini beroperasi dengan sistem perjanjian manajemen bersama. Setiap perusahaan menempatkan tiga orang anggota yang duduk di dewan direksi usaha patungan. Danone bertanggung jawab atas bidang operasi, sementara coke memegang bidang pemasaran dan keuangan.
Dalam perjanjian berbagai tugas, salah satu partner memiliki tanggung jawab utama atas operasi aliansi strategi. Misalnya, GM, dengan kepemilikan sebesar 67% dalam usaha Patungan dengan raba, produsen truk, mesin, dan traktor asal Hungaria, menerima tanggung jawab pengendalian manajemen atas operasi perusahaan tersebut. Boeing memiliki pengendalian atas keseluruhan operasi aliansi strategi dengan Fuji, Mitsubishi, dan Kawasaki. Untuk mendesain dan memproduksi pesawat komersial 777. Dalam perjanjian ini, manajemen aliansi sangat disederhanakan karena partner yang dominan memiliki kekuasaan untuk menetapkan agenda unit baru ini, membatalkan kesepakatan yang dibuat antara para pengambil keputusan, dan bahkan menolak pendapat partner lain. Tentu saja, tindakan-tindakan itu dapat menimbulkan konflik tetapi mereka tetap menjaga aliansi ini dari kelumpuhan, yang mungkin terjadi seandainya partner-partner yang memiliki kekuasaan sama tidak dapat mencapai keputusan. 
Dalam perjanjian pendelegasian, yang digunakan untuk usaha patungan, partner partner mendelegasikan pengendalian manajemen ke eksekutif untuk patungan itu sendiri. Para eksekutif ini direkrut khusus untuk menjalankan operasi perusahaan baru untuk ditransfer dari perusahaan partisipan. Mereka bertanggung jawab atas pengambilan keputusan sehari-hari, manajemen perusahaan Ventura, dan implementasi strategi. Jadi, mereka memiliki kekuasaan yang sesungguhnya dan otonomi untuk membuat keputusan penting sendiri dan tidak mempertanggungjawabkan kegiatannya ke manajer perusahaan partisipan. Contohnya, baik american motors maupun Beijing automotive works menempatkan manajer-manajer berpengalaman untuk mengoperasikan Beijing Jeep sehingga tim manajemen dapat mempelajari teknik teknik perakitan mobil yang modern dan kondisi operasi di China. Selain itu, manajer-manajer ini diberi tanggung jawab koperasi usaha patungan tersebut. Sayangnya, perusahaan Ventura ini harus berjuang karena terjadi perselisihan internal tentang sasaran bisnis 


Faktor-faktor Penyebab Kegagalan Aliansi Strategis
Tanpa memperhitungkan perhatian dan pertimbangan yang dilakukan perusahaan dalam membentuk aliansi strategis, perusahaan masih harus mempertimbangkan faktor batasan-batasan dan faktor penyebab kegagalan (pitfaill).
Berikut adalah lima sumber masalah yang sering mengancam kelangsungan aliansi strategis.
a.) Ketidakcocokan Antarpartner (Incompatibility Of Partner)
Ketidakcocokan antarpartner aliansi strategis menjadi penyebab utama kegagalan perjanjian. Kadang-kadang ketidakcocokan dapat menghasilkan penurunan kinerja aliansi. Ketidakcocokan dapat berasal dari perbedaan budaya perusahaan, budaya negara, sasaran, dan tujuan, atau hampir semua dimensi dasar lain yang menghubungkan kedua partner.  Jadi dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa apabila dalam suatu aliansi terjadi ketidakcocokan, maka keberlangsungan aliansi dapat terancam keberadaannya. Dengan begitu, pihak-pihak yang terlibat aliansi dengan diwakili oleh manajer puncak masing-masing pihak, harus mempunyai suatu antisipasi. Salah satu antisipasi yang dilakukan adalah dengan menganalisa secara hati-hati  dan mengkomunikasikan atau membahas semua hal yang berkaitan dengan aliansi, termasuk teknis pelaksanaan, pengaturan keuangan, dan masalah-masalah yang mungkin dihadapi. 
b.) Akses ke Informasi
Akses yang terbatas ke informasi merupakan kekurangan lain dari banyak aliansi strategis. Supaya kolaborasi dapat berjalan dengan efektif, satu (atau kedua) partner harus memberikan informasi yang lebih suka dirahasiakan oleh salah satu partner. Pada awalnya memang sering sulit untuk mengidentifikasi kebutuhan tersebut, oleh karena itu perusahaan membuat perjanjian tanpa antisipasi harus berbagi informasi tertentu. Ketika situasi nyata terlihat jelas, perusahaan harus dapat berbagi informasi atau tidak, efektifitas kolaborasi tersebut akan terganggu. 
c.) Konflik tentang Distribusi Penghasilan
Karena partner-partner berbagi risiko dan biaya, mereka juga berbagi profit.  Namun, terkadang distribusi pendapatan juga menjadi salah satu keterbatasan dari aliansi. Apabila setiap partner ingin meminimalisir terjadinya konflik, maka langkah yang harus diambil adalah dengan membuat perjanjian kolaborasi yang didalamnya dijelaskan secara jelas dan terperinci mengenai proporsi penghasilan yang akan dibagi antara kedua belah pihak atau partner. Selain itu, pertimbangan finansial lain diluar distribusi dasar penghasilan yang dapat menimbulkan perselisihan adalah jika salah satu pihak atau partner menolak untuk menginvestasikan kembali profitnya untuk mengembangkan usaha dan mengembangkan produk baru supaya dapat meningkatkan penjualan.
d.) Hilangnya Otonomi
Karena perusahaan-perusahaan berbagi risiko dan profit, perusahaan tersebut juga berbagi pengendalian.  Dengan demikian, akan timbul kemungkinan bahwa tiap-tiap perusahaan saling membatasi satu sama lain. Agar ketika dalam melakukan usaha-usaha untuk memperkenalkan produk atau jasa baru, perubahan cara bisnis, atau memperkenalkan perubahan organisasi yang penting lainnya harus lebih dulu dibahas dan dinegosiasikan. Agar ketika ada permasalahan, setiap pihak tidak saling menuduh atau menyalahkan satu sama lain.
e.) Perubahan Keadaan
Perubahan keadaan juga dapat memengaruhi kelangsungan aliansi strategis. Kondisi ekonomi yang dulunya memotivasi perjanjian kerja sama sudah tidak ada lagi, atau keunggulan teknologi membuat perjanjian tidak menguntungkan lagi.  Hal ini menyebabkan tiap-tiap perusahaan harus dapat selalu beradaptasi dan berinovasi agar keberlangsungan aliansi tetap terjaga.


Kesimpulan
Aliansi strategis yaitu menyetujui bisnis dimana dua atau lebih perusahaan memutuskan untuk melakukan kerjasama guna mendapatkan keuntungan bersama. Mitra-mitra dalam aliansi strategis untuk mendukung kegiatan penelitian dan pengembangan.
Tujuan utama aliansi strategis adalah memungkinkan suatu perusahaan atau grup untuk mencapai tujuan tertentu yang tidak dapat dicapai dengan usaha sendiri. Dengan kata lain, suatu aliansi selalu membagi resiko sekaligus keuntungan dengan cara menanggung pengambilan keputusan bersama untuk bidang tertentu.
Perusahaan yang ikut ambil bagian dalam aliansi strategis biasanya mengharapkan berbagai manfaat. Perusahaan internasional melihat empat manfaat aliansi strategis: kemudahan masuk ke pasar, berbagi risiko, berbagi pengetahuan dan keahlian, serta sinergi dan keunggulan bersaing.
Keputusan untuk membentuk aliensi strategis muncul harus berkembang dari proses perencanaan strategi perusahaan. Setelah membuat strategi ini para manager kemudian harus menangani beberapa isu penting yang menentukan tahapan-tahapan tentang cara pengelolaan perjanjian tersebut. Beberapa isu yang sangat penting adalah pemilihan partner, bentuk kepemilikan, dan pertimbangan manajemen bersama. 
Tanpa memperhitungkan perhatian dan pertimbangan yang dilakukan perusahaan dalam membentuk aliansi strategis, perusahaan masih harus mempertimbangkan faktor batasan-batasan dan faktor penyebab kegagalan (pitfaill). Berikut adalah lima sumber masalah yang sering mengancam kelangsungan aliansi strategis.
  1. Akses ke Informasi
  2. Ketidakcocokan Antarpartner
  3. Perubahan Keadaan
  4. Konflik tentang Distribusi Penghasilan
  5. Hilangnya Otonomi








TERIMA KASIH
SEMOGA BERMANFAAT

Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar

No comments

Advertiser