Rahn atau Jaminan
Latar Belakang
Rahn adalah sebuah penetapan dan penahanan. Ada pula yang mengartikan bahwa rahn adalah jaminan. Penahanan terhadap sebuah barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut. Makna gadai (rahn) dalam bahasa hukum perundang-undangan disebut sebagai barang jaminan, agunan, dan rungguhan.
Menurut istilah terminology positif disebut dengan barang jaminan, agunan dan runggahan. Dalam islam rahn merupakan sarana saling tolong-menolong bagi umat islam, tanpa adanya imbalan. Dengan adanya rahn pada zaman dahulu sangat membantu perekonomian umat islam, terutama umat islam yang kehidupannya kurang mencukupi.
Rumusan Masalah
- Bagaimana pengertian dari rahn atau jaminan
- Bagaimana dasar hukum Al qur’an dan hadits
- Bagaimana rukun dan syaratnya
- Bagaimana cara pemanfaatan barang jaminan
- Bagaimana cara mengaplikasikan rohen dalam lembaga keuangan syariah
Tujuan
- Untuk mengetahui pengertian dari rahn atau jaminan.
- Untuk mengetahui dasar hukum Al qur’an dan hadits.
- Untuk mengetahui rukun dan syaratnya.
- Untuk mengetahui cara pemanfaatan barang jaminan.
- Untuk mengetahui cara mengaplikasikan rohen dalam lembaga keuangan syariah.
Pengertian Rahn atau Jaminan
Secara etimologi al-rahn berarti tetap dan lama, sedangkan al-habs berarti menahan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut. Makna gadai (rahn) dalam bahasa hukum perundang-undangan disebut sebagai barang jaminan, agunan, dan rungguhan.
Rahn dalam istilah terminology positif disebut dengan barang jaminan, agunan, dan runggahan. Dalam islam rahn merupakan sarana saling tolong-menolong bagi umat islam, tanpa adanya imbalan.
Sedangkan menurut istilah syara’ yang dimaksud dengan rahn adalah menjadikan suatu barang yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syara’ sebagai jaminan utang, yang memungkinkan untuk mengambil seluruh atau sebagian utang dari barang tersebut.
Selain pengertian rahn yang dikemukakan diatas, terdapat juga pengertian gadai (rahn) yang diberikan oleh para ahli yaitu sebagai berikut:
- Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah mengemukakan gadai (rahn) adalah menjadikan materi (barang) sebagai jaminan utang, yaitu dapat dijadikan pembayaran utang apabila orang yang berutang tidak bisa membayar utangnya itu.
- Hanafiyah mendefinisikan rahn adalah menjadikan sesuatu hak (barang) sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungki dijadikan sebagai pembayaran hak (piutang) itu, baik seluruhnya maupun sebagian.
- Malikiyah mendefinisikan gadai (rahn) adalah sesuatu yang bernilai harta yang diambil dari pemiliknya sebagai jaminan untuk utnag yang tetap (mengikat) atau menjadi tetap.
- Menurut Ahmad Azhar Basyir, gadai (rahn) menurut istilah ialah menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan hutang dengan adanya benda yang menjadi tanggungan ini seluruh atau sebagian hutang dapat diterima.
- Menurut Muhammad Syafi’I Antonio ar-rahn adalah menahan salah satu harta milik nasabah (rahin) sebagai barang jaminan yang diterimanya. Marhun tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian pihak yang menahan atau penerima gadai (murtahin) memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagai piutang.
Berdasarkan pengertian rahn (gadai) yang dikemukakan oleh beberapa ahli diatas, dapat diketahui bahwa rahn (gadai ) adalah menahan barang jaminan yang diterimanya, dan barang yang diterima tersbut berniali ekonomi sehingga pihak yang menahan (murtahin) memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian utangnya dari barang gadai dimaksud bila pihak yang menggadaikan tidak dapat membayar utang pada waktu yang ditentukan.
Sifat rahn secara umum dikategorikan sebagai akad yang bersifat derma, sebab apa yang diberikan penggadai (rahin) kepada penerimagadai (murtahin) tidak ditukar dengan sesuatu. Yang diberikan murtahin kepada rahn adalah utang bukan penukar atas barang yang digadaikan.
Jadi pada intinya pelaksanaan gadai adalah suatu kegiatan hutang piutang antara kedua belah pihak, dengan menjadikan suatu barang yang berharga atau bernilai sebagai jaminan.
Baca juga : Makalah Jual beli salam dan istisnha'
Dasar Hukum Rahn (Al-Qur’an dan Hadits)
- Al Qur’an
Para ulama fiqh mengemukakan bahwa akad ar-rahn dibolehkan dalam islam berdasarkan al-qur’an dan sunnah Rasul. Dalam surah Al-Baqarah ayat 283 Allah berfirman:
وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ ۖ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ ۗ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ ۚ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
Artinya : "Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan". (QS. Al-Baqarah : 283)
Pada ulama fiqh dalam keadaan hadir di tempat, asal barang jaminan itu bisa langsung dipegang atau dikuasai secara hukum oleh si piutang. Maksudnya, karena tidak semua barang jaminan bisa dipegang atau dikuasai oleh si pemberi piutang secara langsung, maka paling tidak ada semacam pegangan yang dapat menjamin bahwa barang dalam status al-marhun (menjadi jaminan hutang). Misalnya, apabila barang jaminan itu berbentuk sebidang tanah, maka yang dikuasai adalah surat jaminan tanah itu.
- Hadits
Kemudian dalam sebuah HR. Bukhari, Kitab Ar-rahn dikatakan bahwa:
ﻋنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ مَشَى إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِخُبْزِ شَعِيرٍ وَإِهَالَةٍ سَنِخَةٍ وَلَقَدْ رَهَن دِرْعًا لَهُ عِنْدَ يَهُودِيٍّ بِالْمَدِينَةِ وَأَخَذَ مِنْهُ شَعِيرًا لِأَهْلِهِ
Artinya : “Anas Ibn Malik suatu saat mendatangi Rasulullah dengan membawa roti gandum dan sungguh Rasulullah SAW telah menangguhkan baju besi kepada orang Yahudi di Madinah ketika beliau mengambil (meminjam) gandum dari orang Yahudi tersebut untuk keluarga Nabi”.
Menurut kesepakatan pakar fiqh, peristiwa Rasuk SAW. Me-rahn kan baju besinya itu, adalah kasus ar-rahn pertama dalam islam dan dilakukan sendiri oleh Rasulullah saw. Bedasarkan ayat dan hadits-hadits diatas, para ulama fiqh sepakat mengatakan bahwa akad ar-rahn itu dibolehkan, karena banyak kemaslahatan yang terkandung di dalamnya rangka hubungan antar semua manusia.
Rukun dan Syarat Rahn
- Rukun Rahn
Gadai memiliki empat rukun rahin, murtahin, marhun dan marhun bih. Rahin adalah orang yang memberikan gadai. Murtahin adalah orang yang menerima gadai. Marhun atau rahn adalah harta yang digadaikan untuk menjamin utang. Marhun bih adalah utang. Menurut jumhur ulama, rukun gadai ada empat, yaitu: ‘aqid, shighat, marhun, dan marhun bih. Ada beberapa syarat yang terkait dengan gadai.
- Syarat ‘Aqid
Syarat yang harus dipenuhi oleh ‘aqid dalam gadai yaitu rahin dan murtahin adalah ahliyah (kecakapan). Kecakapan menurut Hanafiah adalah kecakapan untuk melakukan jual beli. Sahnya gadai, pelaku disyaratkan harus berakal dan mumayyiz.
- Syarat Shighat
Menurut Hanafiah, shighat gadai tidak boleh digantungkan dengan syarat, dan tidak disandarkan kepada masa yang akan datang. Hal ini karena akad gadai menyerupai akad jual beli, dilihat dari aspek pelunasan utang. Apabila akad gadai digantungkan dengan syarat atau disandarkan kepada masa yang akan datang, maka akad akan fasid seperti halnya jual beli, Syafi’iyah berpendapat bahwa syarat gadai sama dengan syarat jual beli, karena gadai merupakan akad maliyah.
- Syarat Marhun
Para ulama sepakat bahwa syarat-syarat marhun sama dengan syarat-syarat jual beli. Artinya, semua barang yang sah diperjual belikan sah pula digadaikan. Secara rinci Hanafiah mengemukakan syarat-syarat merhun adalah sebagai berikut:
- Barang yang digadaikan bisa dijual
- Barang yang digadaikan harys berupa maal (harta)
- Barang yang digadaikan harus haal mutaqawwin (barang yang boleh diambil manfaatnya menurut syara’)
- Barang yang digadaikan harus diketahui (jelas), seperti halnya dalam jual beli
- Barang tersebut dimiliki oleh rahin. Tidak sah menggadaikan barang jika tidak ijin kepada pemiliknya.
- Barang yang digadaikan harus sekaligus bersama-sama dengan pokoknya (lainnya).
- Barang yang digadaikan harus terpisah dari hak milik orang lain.
- Syarat Marhun Bih
Marhun Bih adalah suatu hak yang karenanya barang gadaian diberikan sebagai jaminan kepada rahin. Menurut Hanafiah, marhun bih memenuhi syarat-syarat sebagai beriku:
- Marhun bih harus berupa hak yang wajib diserahkan kepada pemiliknya, yaitu rahin, karena tidak perlu memberikan jaminan tanpa ada barang yang dijaminnya.
- Pelunasan utang memungkinkan untuk diambil dari marhun bih. Apabila tidak memungkinkan pembayaran utang dari marhun bih, maka rahn hukumnya tidak sah.
- Hak marhun bih harus jelas (ma’lum), tidak boleh majhul (samara tau tidak jelas).
Pemanfaatan Barang Jaminan
Dalam pengambilan manfaat barang-barang yang digadaikan, para ulama berbeda pendapat.
- Jumhur fuqaha dan Ahmad berpendapat bahwa murtahin tidak boleh mengambil suatu manfaat barang-barang gadai tersebut, sekalipun rahin mengizinkannya, karena hal ini termasuk kepada utang yang dapat menarik manfaat, sehingga bila dimanfaatkan termasuk riba, seperti sabda Nabi yang artinya:
“setiap utang yang menarik manfaat adalah termasuk riba” (Riwayat Harits bin Abi Usamah)”.
- Menurut Imam Ahmad , Ishak, al-Laits, dan al-Hasan, jika barang gadaikan berupa kendaraan yang dapat dipergunakan atau binatang ternak yang dapat diambil susunya, maka penerima gadai dapat mengambil manfaat dari kedua benda gadai tersebut disesuaikan dengan biaya pemeliharaan yang dikeluarkannya selama kendaraan atau binatang ternak itu ada padanya. Berdasarkan hadits riwayat Al-Bukhari yang artinya :
“Barang tunggangan boleh ditunggangi karena pembiayaannya apabila digadaikan, binatang boleh diambil susunta untuk diminum karena pembiayaannya bila digadaikan bagi orang yang memegang dan meminumnya wajib memberikan biaya.”
Baca juga: Makalah tentang Ekonomi, ke-Islaman
Aplikasi Rahn dalam Lembaga Keuangan Syariah
Rahn merupakan produk penunjang sebagai alternatif penggadaian, terutama untuk membantu nasabah dalam memenuhi kebutuhan insidentilnya yang mendesak. Tekat dengan rahn dalam praktik perbankan syariah, bank tidak menarik manfaat apapun, kecuali biaya pemiliharaan dan keamanan atas barang yang digadaikan. Akad rahn dapat pula diaplikasikan untuk memenuhi permintaan bank akan jaminan tambahan atas suatu pemberian fasilitas pembiayaan kepada nasabah.
Kontrak rahn dipakai dalam perbankan dalam dua hal berikut, rahn dipakai sebagai produk pelengkap, artinya sebagai sebagai akad tambahan (jaminan atau collateral) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan ba’I al-murabah. Bank dapat menahan barang nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut.
Di beberapa negara islam termasuk di antaranya Malaysia, akad rahn telah dipakai alternative dari penggadaian konvensional. Bedanya dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, serta penaksiran. Perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda sedangkan biaya rahn hanya sekali dan ditetapkan di muka.
Cara mempraktikan rahn dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dapat disimplikasikan sebagai berikut:
- Melalui bank, nasabah dapat menggunakan barang tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak atau cacat, maka nasabah harus bertanggung jawab.
- Apabila nasabah wanpretasi, bank dapat melakukan penjualan barang yang digadaikan atas perintah hakim.
- Nasabah mempunyai hak untuk menjual barang tersebut dengan seizing bank. Apabila hasil penjualan melebihi kewajibannya, maka kelebihan tersebut menjadi milik nasabah.
- Bila hasil penjualan tersebut lebih kecil dari kewajibannya, nasabah menutupi kekurangannta.
Manfaat rahn yang dapat diambil oleh bank dari prinsip rahn adalah sebagai berikut:
- Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas pembiayaan yang diberikan bank.
- Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito, bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu asset atau barang (marhun) yang dipegang oleh bank.
- Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, sudah barang tentu akan sangat membantu saudara kita yang kesulitan dana, terutama didaerah-daerah.
Kesimpulan
Rahn merupakan produk penunjang sebagai alternative pegadaian, terutama untuk membantu nasabah dalam memenuhi kebutuhan insidentilnya yang mendesak. Terkait dengan rahn dalam praktik perbankan syariah, bank tidak menarik manfaat apapun, kecuali biaya pemeliharaan dan keamanan atas barang yang digadaikan. Akad rahn dapat pula diaplikasikan untuk memenuhi permintaan bank akan jaminan tambahan atas suatu pemberian fasilitas pembiayaan kepada nasabah.
Perbedaan utama antara baiya rahn dan bunga penggadaian adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dari berlipat ganda, sedangkan biaya rahn hanya sekali dan di tetapkan dimuka.
Manfaat yang dapat diambil oleh bank dari prinsip rahn adalah sebagai berikut :
- Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas pembiayaan yang diberikan bank.
- Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito, bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu asset atau barang (marhun) yang dipegang oleh bank.
Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, sudah barang tentu akan sangat membantu saudara kita yang kesulitan dana, terutama didaerah-daerah.
Baca juga: Makalah Pancasila sebagai etika
TERIMA KASIH
SEMOGA BERMANFAAT