Landasan Pokok Bisnis Syariah
Latar Belakang
Ekonomi suatu bangsa akan baik, apabila akhlak masyarakatnya baik. Antara akhlak dan ekonomi memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Dengan demikian, akhlak yang baik berdampak pada terbangunnya muamalah atau kerjasama ekonomi yang baik. Rasulullah tidak hanya diutus untuk menyebarluaskan akhlak semata, melainkan untuk menyempurnakan akhlak mulia baik akhlak dalam berucap maupun dalam bertingkah laku, sehingga mendekatkan diri kepada Allah swt dan beriman dengan sebenar-benarnya dapat terwujud. Untuk melihat akhlak manusia bertindak dalam kehidupan ekonomi maka baik kita lihat dulu posisi akhlak dalam struktur agama Islam.
Akhlaq dan Ekonomi
Akhlak adalah sebuah sistem yang lengkap terdiri dari karakteristik akal atau tingkah laku yang membuat seseorang menjadi istimewa. Karakteristik-karakteristik ini membentuk kerangka psikologi seseorang dan membuatnya berperilaku sesuai dengan dirinya dan nilai yang cocok dengan dirinya dalam kondisi yang berbeda-beda.
Demikian para pakar ilmu-ilmu sosial mendefinisikan akhlak (moral) ada sebuah definisi ringkas yang bagus tentang akhlak (moral) dalam kamus la lande yaitu moral mempunyai empat makna sebagai berikut;
- Moral adalah sekumpulan kaidah bagi perilaku yang diterima dalam satu zaman atau oleh sekelompok orang. Dengan makna ini, moral bisa bersifat keras, buruk atau rendah.
- Moral adalah sekumpulan kaidah bagi perilaku yang dianggap baik berdasarkan kelayakan bukannya berdasarkan syarat.
- Moral adalah teori akal tentang kebaikan dan keburukan, ini menurut filsafat .
- Tujuan-tujuan yang mempunyai warna humanisme yang kental yang tercipta dengan adanya hubungan-hubungan sosial.
Kata ekonomi berasal bahasa yunani: oikos dan nomos. Oikos berarti rumah tangga (house-hold), sedangkan nomos berarti aturan, kaidah atau pengelolaan. Dengan demikian, secara sederhana ekonomi dapat diartikan sebagai kaidah-kaidah, aturan-aturan atau pengelolaan suatu rumah tangga.
Baca juga: Makalah Teori Ekonomi Kewirausahaan
Beberapa Konsep Ajaran Islam
Islam sebagai agama yang dirahmati Allah Swt. memiliki tiga komponen pokok yang terstruktur dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain yaitu :
1. Akidah atau Iman
Merupakan keyakinan akan adanya Allah SWT. Serta rosul yang diutus untuk menyampaikan risalahnya kepada umat melalui malaikat yang dituangkan dalam al-qur’an, yang mengajarkan tentang berbagai hal terkait dengan kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
Keyakinan mendorong seseorang untuk konsisten dan berpegang teguh (menyerahkan segenap hidupnya kepada allah swt.) jika dikaji lebih lanjut, maka kata akidah berasal dari kata : “aqada, yaqidu-aqdan” yang berarti mengikatkan atau meyakini (Muslim Nurdin dkk.,1995).
Keyakinan terhadap akidah akan tergambar melalui diri seorang muslim melalui :
- Tiada kekuatan lain diluar Allah. Keyakinan ini menumbuhkan jiwa merdeka bagi seorang muslim dalam pergaulan hidup tidak ada manusia yang menjajah manusia lain, termasuk dia sendiri, tidak akan menjajah manusia lain.
- Keyakinan terhadap Allah menjadikan orang memiliki keberanian untuk berbuat, karena tidak ada baginya yang ditakuti selain melanggar perintah Allah. Ia akan selalu bicara tentang kebenaran selalu lurus, dan konsisten dalam perilakunya.
- Keyakinan tersebut akan membentuk rasa optimis menjalani kehidupan, karena keyakinan tauhid menjamin hasil yang terbaik, yang akan dicapainya secara rohaniah, karena itu seorang muslim tidak pernah gelisah dan putus asa.
2. Syariah
Merupakan aturan Allah SWT tentang pelaksanaan penyerahan diri secara total melalui proses ibadah dalam hubungan dengan sesama makhluk. Secara garis besar meliputi dua hal pokok, yaitu ibadah dalam arti khusus atau ibadah “mahdah” dan ibadah dalam arti umum atau muamalah atau ibadah “ghair mahdah”. Ibadah mahdah adalah ibadah yang pelaksanaannya dicontohkan oleh Rasulullah SAW, sedangkan ibadah ghair mahdah adalah ibadah yang tidak dicontohkan sepenuhnya oleh Rasulullah SAW., misalnya ekonomi yang khusus, politik, hukum, hubungan antar manusia, tata Negara, dan lain sebagainya.
Secara etimologis syariah berarti jalan, aturan ketentuan atau undang-undang Allah SWT. Jadi ada aturan perilaku hidup manusia dalam berhubungan dengan Allah SWT. Sesama manusia, dan alam sekitarnya untuk mencapai keridhoan Allah SWT., yaitu keselamatan dunia dan akhirat.
3. Akhlak
Akhlak dapat dipahami sebagai perangai tabiat dan adat, ini merupakan sistem perilaku yang dibuat. Kata akhlak selalu berkonotasi positif, orang yang baik seringkali disebut orang yang berakhlak, sementara orang yang tidak berbuat baik disebut tidak berakhlak. Akhlak berkaitan dengan pelaksanaan ibadah kepada Allah SWT. Dan bermuamalah dengan penuh keikhlasan. Tiga komponen dalam Islam yaitu akidah, syariat dan akhlak merupakan suatu kesatuan yang integral tidak dapat dipisahkan. Ini digambarkan oleh firman Allah SWT. Dalam (QS. Ibrahim: 24-25).
Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah SWT telah membuat perumpaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada tiap musim dengan seizin Tuhan-Nya. Allah membuat perumpamaan ituuntuk manusia supaya mereka selalu ingat.”
Ayat tersebut menganalogikan ajaran Islam sebagai sebuah pohon yang baik tumbuh subur menjulang dan buahnya sangat lebat. Akidah, syariat dan akhlak diumpamakan sebagai akar, pohon cabang dan buah. Akidah adalah akar jika akar baik, pohon itu akan tumbuh subur, dan akan berbuah lebat. Akidah merupakan hal yang pokok yang menopang segenap perilaku muslim. Akidah muslim akan menentukan kualitas keimanannya. Jika akidah kuat maka syariat pun akan baik.
Allah membeda-bedakan Harta Sebagai Ujian
Semua manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda, dimana kebutuhan harus dipenuhi. Kebutuhan tersebut dapat berupa kebutuhan makanan, pakaian, dan perumahan, dalam istilah populernya,kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan, mulai dari bentuk sederhana, sampai ke bentuk yang mewah, canggih dan sangat mahal dengan segala perlengkapannya. Misalnya pakaian dari pakaian sederhana orang primitif sampai ke pakaian manusia abad terakhir, berbagai perlengkapan baik pada kaum pria maupun kaum wanita, pakaian orang miskin, pakaian keluarga raja-raja, sampai ke pakaian astronot dan sebagainya. Demikian pula perumahan mulai dari gubuk liar, perumahan kumuh sampai ke rumah bentuk istana.
Allah Swt. menguji umatnya dengan kelebihan dan kekurangan harta, sehingga ada yang hidup kaya raya dan ada yang hidup miskin. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam (QS. Al-Isra: 70).
Artinya: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. Kami angkut di daratan dan di lautan maksudnya ialah Allah memudahkan bagi anak Adam pengangkutan-pengangkutan di daratan dan di lautan untuk memperoleh penghidupan."
Demikian pula dalam QS. Al-An’am ayat 165 Allah berfirman:
Artinya: "Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Ditinggikan disini bukan berarti ditinggikan dalam arti ilmu yang dimiliki, perolehan gelar, titel, pangkat dalam militer, dan sebagainya. Akan tetapi arti penting ditinggikan adalah ditinggikan menurut pandangan Allah Swt. bukan dalam arti pandangan duniawi.
Dalam QS. An-Nisa ayat 32 Allah berfirman:
Artinya: "Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
Sebagian orang yang memiliki harta lebih banyak dari yang lainnya merupakan cobaan bagi mereka, mereka diuji sejauh mana mereka bisa mengendalikan diri dengan berbagai cara dimana mereka nanti akan ditanya. Lebih lanjut lagi Yahya bin Mu’az menyatakan bahwa ada dua bencana yang belum pernah didengar oleh orang-orang dahulu atau orang-orang belakangan bagaimana beratnya beban tanggungan bagi pemilik harta yaitu:
- Harta pada akhirnya akan diambil seluruhnya oleh yang punya, yaitu Allah Swt. pada saat meninggalnya orang itu.
- Manusia akan dimintai pertanggungjawaban pengguaan harta selama hidupnya di dunia. Darimana harta itu ia peroleh, dan apakah penggunaannya sudah sesuai dengan yang telah digariskan oleh Allah Swt.
Islam mengajarkan umatnya untuk tidak terlalu hidup terlena dalam keduniaan, dimana umatnya perlu juga mengejar juga akhiratnya. Manusia diperintahkan untuk berusaha, menggunakan semua kapasitas dan potensi yang ada pada dirinya masing-masing sesuai dengan kemampuannya. Akan tetapi janganlah mengejar dunia sampai melupakan Allah Swt. seperti firman Allah dalam (QS. Al-Munafiquun: 9)
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi."
Penggunaan Harta
Kebutuhan manusia tidaklah terbatas, yang dapat dipuaskan dengan uang yang dimilikinya. Maka jika kita lihat kehidupan manusia modern saat ini seperti pada lingkaran setan yang tidak berujung dan tidak berpangkal.
Manusia mencari banyak uang kemudian ia menghabiskannya untuk membeli barang dan jasa guna memenuhi kebutuhannya. Manusia di zaman modern cenderung konsumtif. Bagaimana bernafsunya manusia dalam mencari harta, dapat disimak dalam hadis berikut:
Artinya: "andaikata seseorang itu sudah memiliki dua lembah yang berisi emas, pastilah ia akan mengini lembah yang ketiga sebagai tambahan dari dua lembah yang sudah ada itu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun dibalik kebutuhan dan keinginan yang bersifat keduniaan, bagi orang-orang yang beriman akan selalu mengingat Allah Swt. manusia akan kembali kepada-Nya. Inilah yang menjadi pengekang dari hasrat hawa nafsu yang selalu menuntut kebutuhan baru yang tak pernah putus-putusnya, sehingga manusia itu tidak akan pernah mencapai kemakmuran bila dilihat dari segi ekonomi semata.
Dari segi agama, seseorang yang mensyukuri nikmat dan menggunakan hartanya di jalan Allah Swt. akan dapat mencapai kemakmuran serta kepuasan yang sangat menyenangkan.
Pemanfaatan harta haruslah berpegang pada prinsip kesederhanaan, dalam arti tidak sampai pada batas menghamburkan harta kepada hal-hal yang tidak penting dan mubazir, dan tidak pula sampai pada batas-batas kekikiran yang mengakibatkan terjadinya penimbunan harta.
Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 261-274 mengenai tuntutan islam terhadap penggunaan harta. Bahwa seorang muslim menggunakan hartanya untuk memperkuat ketaqwaan kepada Allah Swt.; memperkuat hubungan silaturahmi sesama manusia; dan berbuat amal yang baik dan benar, menafkahkan harta pada sesama. Berikut urutan surat (Al-Baqarah: 261-274)
Baca juga: Makalah Pengamalan Pancasila
- QS. Al-Baqarah ayat 261:
Artinya: "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui."
- QS. Al-Baqarah ayat 262:
Artinya: "Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan sipenerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."
- QS. Al-Baqarah ayat 263:
Artinya: "Perkataan yang baik dan pemberian ma`af lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan sipenerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun."
- QS. Al-Baqarah ayat 264:
Artinya: "Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir."
Orang yang menyebut-nyebut pemberiannya (sedekah) tidak mendapat manfaat di dunia dari usaha-usaha mereka dan tidak pula mendapat pahala diakhirat.
- QS. Al-Baqarah ayat 265:
Artinya: "Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir."
- QS. Al-Baqarah ayat 266:
Artinya: "Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya."
Ayat ini merupakan perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya karena riya, membanggakan dirinya kepada orang lain, dan cenderung menyepelekan dan menyakiti hati orang lain.
- QS. Al-Baqarah ayat 267:
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji."
- QS. Al-Baqarah ayat 268:
Artinya: "Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui."
Maksud karunia pada ayat ini ialah balasan yang lebih baik dari apa yang dikerjakan sewaktu di dunia.
- QS. Al-Baqarah ayat 271:
Artinya: "Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Menampakkan sedekah dengan tujuan supaya dicontoh orang lain. Sedangkan maksud menyembunyikan sedekah itu lebih baik dari menampakkannya, akrena menampakkkan dapat menimbulkan riya pada diri si pemberi dan dapat pula menyakiti hati orang yang diberi.
- QS. Al-Baqarah ayat 272:
Artinya: "Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan)."
- QS. Al-Baqarah ayat 273:
Artinya: "(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui."
- QS. Al-Baqarah ayat 274:
Artinya: "Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."
Dengan harta yang kita miliki dan makin bertambah, hendaklah dipakai untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. misalnya menggali ajaran agama lebih mendalam, membeli buku-buku agama untuk ditelaah, digunakan untuk kemaslahatan umat dengan menolong sesama, dan beramal yang benar sesuai dengan petunjuk-Nya.
Kesimpulan
Dalam bisnis syariah memiliki landasan pokok yang harus diterapkan. Dalam berbisnis kita harus mempunyai akhlaq yang bagus seperti menjunjung tinggi kejujuran sehingga perekonomian dalam bisnis dapat berjalan sesuai rencana dan juga mendapatkan kemaslahatan. Tidak lupa kita juga harus memperhatikan konsep ajaran islam dalam berbisnis dan harta yang kita peroleh hendaklah digunakan di jalan Allah seperti menafkahkan sebagian harta untuk zakat, sedekah kepada fakir miskin, dll. Karena harta merupakan bentuk ujian dari Allah bagaimana kita bisa mengendalikan diri dengan harta tersebut. Di akhirat kita akan mempertanggungjawabkan apa yang telah kita lakukan terhadap harta tersebut.
TERIMA KASIH
SEMOGA BERMANFAAT