JUAL BELI DALAM ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Rasulullah merupakan contoh tauladan
bagi kita sebagai umat islam. Semua ucapan, sikap dan perbuatan Rasul
mengajarkan kita tentang ajaran islam sekaligus contoh bagi kita untuk
bertindak ataupun bersikap. Rasul selalu mengajarkan kita untuk saling
menghormati dan menghargai antar sesama.
Manusia merupakan makhluk sosial yang
tidak bisa hidup sendirian. Oleh karena itu, kita diperintah untuk berbuat baik
antar sesama, selain menjalin hubungan dengan Allah. Rasul pun telah
menjelaskan mengenai aturan-aturan ataupun etika dalam hidup
bermasyarakat.Salah satunya aturan mengenai jual-beli.
Jual-beli merupakan salah satu
kegiatan muamalah yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.Dalam
masalah jual-beli ini, Rasulullah pun telah menjelaskan mengenai etika
berdagang, menunjukkan mengenai mana jual-beli yang diperbolehkan dan mana
jual-beli yang tidak diperbolehkan. Sehingga antara penjual ataupun pembeli
tidak ada yang dirugikan.Karena unsur yang terpenting dalam jual-beli adalah
kerelaan antara kedua belah pihak, yaitu salah satu pihak tidak ada yang rugi.
Sehingga perlu kita mengetahui bagaimana etika dalam jual-beli yang sebenarnya.
B.
Rumusan masalah
1. Apasaja prinsip jual beli dalam islam?
2. Bagaimana konsep transaksi dalam islam?
3. Bagaimana prinsip transaksi ekonomi dan bisnis?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui prinsip-prinsip transaksi dalam jual beli
2. Mengetahui konsep transaksi dalam Al-Quran
3. Mengetahui prinsip-prinsip transaksi ekonomi dan bisnis
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ayat
hadist tentang prinsip-prinsip transaksi jual beli.
“Wahai orang-orang yang beriman.
Janganlah sebagian dari kamu memakan (mengambil) harta milik sebagian di
antaramu dengan cara yang tidak benar (batil), kecuali jika dengan jalan perniagaan
yang didasarkan atas kerelaan antara kedua belah pihak diantara kamu. Janganlah
kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah Maha Kekal rahmat-Nya.”(
An-Nisa' : 29 )
وكلبيدهالرجلعملقالأطيبالكسبأى سئلوسلم عليهاللهصلىالنبىأن
مبروربيع
“Sesungguhnya Nabi Muhammad
SAW, pernah ditanya tentang usaha apa yang paling baik; nabi berkata: “Usaha
seseorang dengan tangannya dan jual beli
yang mabrur”.
Jual beli
berdasarkan pertukarannya secara umum dibagi menjadi empat macam :
1.
Jual
beli salam (pesanan)
Yaitu
jual beli dengan cara menyerahkan terlebih dahulu uang muka kemudian barangnya
diantar belakangan.
2.
Jual
beli Muqayyadah (barter)
Yaitu
jual beli dengan cara menukar barang dengan barang.
3.
Jual
beli Muthlaq
Yaitu
jual beli barang dengan sesuatu yang telah disepakati sebagai alat penukaran.
4.
Jual
beli alat penukar dengan alat penukar
Yaitu jual beli
barang yang biasa dipakai sebagai alat penukar dengan alat penukar lainnya,
seperti uang perak dengan uang emas.
"Orang-orang
yang makan (bertransaksi dengan) riba, tidak dapat berdiri malainkan seperti
berdirinya orang yang dibingungkan oleh setan sehingga ia tak tahu arah
disebabkan oleh sentuhan(nya). Keadaan mereka yang demikian itu disebabkn
karena mereka berkata 'jual beli tidak lain kecuali sama dengan riba, padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Maka barang siapa
yang telah sampai kepadanya peringatan dari tuhannya (menyangkut riba), lalu
berhenti (dari praktik riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum datang larangan); dan urusannya (kembali) kepada allah. Adapun yang
kembali (bertransaksi riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya"(Q.S. Al-Baqarah : 275)
Dalam ayat ini
tidak hanya melarang praktek riba, tetapi juga sangat mencela pelakunya, bahkan
mengancam mereka. Orang-orang yang makan, yakni bertransaksi dengan riba, baik
dalam bentuk memberi ataupun mengambil, tidak dapat berdiri, yakni melakukan
aktivitas, melainkan seperti berdrinya orang yang dibingungkan oleh setan
sehingga ia tak tahu arah disebabkan oleh sentuhan(nya).
Dari Abu
Hurairah radhiallahu‘anhu dia berkata:
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pernah melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan
tangannya ke dalamnya, kemudian tangan beliau menyentuh sesuatu yang basah.Maka
beliaupun bertanya, “Apa ini wahai pemilik makanan?”Dia menjawab, “Makanan
tersebut terkena air hujan wahai Rasulullah.”Beliau bersabda, “Mengapa kamu
tidak meletakkannya di bagian atas agar manusia dapat melihatnya?!Barangsiapa
yang menipu maka dia bukan dari golonganku.”(HR. Muslim no. 102)
Dari Hakim bin Hizam
radhiallahu’anhu dari Nabi Shallallu ‘alaihi wa salam beliau bersabda:
مُحِقَ كَتَمَا وَكَذَبَاوَإِنْ بَيْعِهِمَا فِي لَهُمَا بُورِكَ وَبَيَّنَا صَدَقَا فَإِنْ قَا يَتَفَرَّلَمْ مَا بِالْخِيَارِ الْبَيِّعَان
بَيْعِهِمَابَرَكَةُ
“Kedua orang yang bertransaksi jual beli berhak melakukan khiyar
selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya
akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli. Tapi jika keduanya berdusta dan
tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya akan dihapus.”(HR.
Al-Bukhari no. 1937 dan Muslim no. 1532)
Abu Hurairah radhiallahu‘anhu
berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لِلْبَرَكَةِ مُمْحِقَةٌ لِلسِّلْعَةِ مُنَفِّقَةٌ الْحَلِفُ
“Sumpah itu (memang biasanya) melariskan dagangan jual beli namun
bisa menghilangkan berkahnya”.(HR. Al-Bukhari no. 1945 dan Muslim no. 1606)
Dari Abu Qatadah Al-Anshari
radhiallahu anhu, bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
إِيَّاكُمْ وَكَثْرَةَ الْحَلِفِ فِي الْبَيْعِ
فَإِنَّهُ يُنَفِّقُ ثُمَّ يَمْحَقُ
“Jauhilah oleh kalian banyak bersumpah dalam berdagang, karena dia
(memang biasanya) dapat melariskan dagangan tapi kemudian menghapuskan
(keberkahannya).”(HR. Muslim no. 1607)
Salah satu profesi yang dianjurkan
dalam Islam bahkan sering tersebut dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah adalah profesi
petani dan pedagang. Karenanya banyak sekali sahabat Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam berprofesi menjadi petani atau pedagang. Hanya saja, di dalam
Islam setiap profesi yang dibenarkan untuk ditempuh tujuannya bukan semata-mata
untuk menghasilkan uang atau meraih kekayaan. Akan tetapi yang jauh lebih
penting daripada itu adalah untuk mendapatkan keberkahan dari hasil jerih
payahnya. Dan keberkahan dari harta bukan dinilai dari kuantitasnya akan tetapi
dinilai dari kualitas harta tersebut, darimana dia peroleh dan kemana dia
belanjakan.
“Hai orang-orang yang beriman.Sempurnakanlah segala rupa akad yang
telah kamu lakukan. Telah dihalalkan bagimu binatang-binatang berkaki empat (unta,
sapi, kerbau, kambing, biri-biri dan sebagainya), kecuali apa yang akan
dibacakan (akan deterangkan satu persatu) tentang keharamannya pada waktu kamu
tidak hala berburu dan kamu dalam keadaan ihram. Sesungguhnya Allah menetapkan
apa yang dikehendaki”(Q.S Al-Maidah : 1)
Sempurnakanlah berbagai bentuk akad
(janji, kontrak) yang telah kamu akadkan dengan Allah, atau antara kamu dengan
dirimu sendiri, atau antara kamu dengan sesama manusia. Baik berupa perintah
maupun larangan syara’ atau akad diantara kamu, seperti jual beli dan
pernikahan.
يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”
(Qs. Al-Baqarah: 276)
Pada ayat ini Allah Ta’ala mengancam
para pemakan riba dan kemudian dilanjutkan dengan menyebutkan ganjaran yang
akan diterima oleh orang yang bersedekah. Ini adalah isyarat bagi kita bahwa
praktek riba adalah lawan dari shadaqah. Isyarat ini menjadi semakin kuat bila
kita mencermati ayat-ayat selanjunya:
ۖ مُّؤْمِنِينَكُنتُم إِنٱلرِّبَوٰٓا۟مِنَبَقِىَمَاوَذَرُوا۟ٱللَّهَٱتَّقُوا۟ءَامَنُوا۟ٱلَّذِينَيَٰٓأَيُّهَا
ۖ تُظْلَمُونَوَلَاتَظْلِمُونَلَا أَمْوَٰلِكُمْرُءُوسُفَلَكُمْتُبْتُمْوَإِنۖ وَرَسُولِهِۦ ٱللَّهِمِّنَبِحَرْبٍفَأْذَنُوا۟تَفْعَلُوا۟لَّمْفَإِن
تَعْلَمُونَكُنتُمْإِن ۖ لَّكُمْخَيْرٌ تَصَدَّقُوا۟ وَأَن ۚ مَيْسَرَةٍ إِلَىٰ فَنَظِرَةٌ عُسْرَةٍ ذُو كَانَ وَإِن
“Hai orang-orang yag
beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.Dan jika (orang
berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia
berkelapangan.Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah: 278-280)
Oleh karena itu dinyatakan dalam
satu kaidah yang sangat masyhur dalam ilmu fiqih:
رِبَافَهُوَ نَفْعًا جَرَّ قَرْضٍ كُلُّ
“Setiap piutang yang mendatangkan keuntungan,
maka itu adalah riba.”
Contoh nyata dari akad macam ini ialah: akad hutang-piutang,
penitipan, peminjaman, shadaqah, hadiyah, pernikahan, dll.
Ketiga: Akad yang berfungsi sebagai
jaminan atas hak yang terhutang. Dengan demikian, akad ini biasanya diadakan
pada akad hutang-piutang, sehingga tidak dibenarkan bagi pemberi piutang
(kreditur) untuk mengambil keuntungan dari barang yang dijaminkan kepadanya.
Bila kreditur mendapatkan manfaat atau keuntungan dari piutang yang ia berikan,
maka ia telah memakan riba, sebagaimana ditegaskan pada kaidah ilmu fiqih di
atas.
Ditambah lagi, harta beserta seluruh pemanfaatannya adalah hak
pemiliknya, dan tidak ada seseorangpun yang berhak untuk menggunakannya tanpa
seizin dan kerelaan dari pemiliknya.
Dikecualikan dari keumuman hukum
ini, bila keuntungan tersebut dipersyaratkan ketika akad jual beli atau
sewa-menyewa atau akad serupa dengan keduanya [2] yang dilakukan dengan
pembayaran dihutang. (Baca Majmu’ Fatwa Al Lajnah Ad Daimah 14/176-177, fatwa
no: 20244)
Misalnya: Bila
A menjual mobil kepada B seharga Rp 50.000.000,- dan dibayarkan setelah satu
tahun, dengan jaminan sebuah rumah. Dan ketika akad penjualan sedang
berlangsung, A mensyaratkan agar ia menempati rumah tersebut selama satu tahun
hingga tempo pembayaran tiba, dan B menyetujui persyaratan tersebut, maka A
dibenarkan untuk menempati rumah milik B yang digadaikan tersebut. Karena
dengan cara seperti ini, sebenarnya A telah menjual mobilnya dengan harga Rp
50.000.000,- ditambah ongkos sewa rumah tersebut selama satu tahun.
B.
Konsep
transaksi dalam Al-qur’an
Al-Qur’an memandang kehidupan
manusia sebagai sebuah proses yang berkelanjutan. Dalam pandangan Al-Qur’an,
lkehidupan manusia itu dimulai sejak kelahirannya namun tidak berhenti pada
saat kematiannya. Hidup setelah mati, adalah sebuah rukun iman yang sangat
penting dan esensial. Dia berada dibawah satu tingkat setelah keimanan kepada
Allah. Tanpa keimanan pada hal yang sangat vital ini semua struktur dan sistem
keimanan Al-Qur’an akan rusak dan berantakan.
Manusia harus bekerja bukan hanya
untuk meraih sukses di dunia ini namun juga untuk kesuksesan di akhirat. Semua
kerja seseorang akan mengalami efek yang demikian besar pada diri seseorang,
baik efek positif dan konstruktif maupun efek negatif dan destruktif. Dia harus
bertanggung jawab dan harus memikul semua konsekuensi aksi dan transaksinya
selama di dunia ini pada saatnya nanti di Akhirat yang kemudian dikenal dengan
Yaumul Hisab sebagaimana hari itu juga disebut
sebagai Yaum al-Diin.
Dengan demikian, konsep Al-Qur’an
tentang bisnis yang sebenarnya, serta yang disebut beruntung dan rugi hendaknya
dilihat dari seluruh perjalanan hidup manusia. Tak ada satu bisnis pun yang
dianggap berhasil, jika dia membawa keuntungan, sebesar apapun keuntungan yang
diperoleh dalam waktu tertentu, namun pada ujungnya mengalami kerugian yang
melebihi keuntungan yang diperoleh. Sebuah bisnis akan dinilai menguntungkan
apabila pendapatan yang diperoleh melebihi biaya atau ongkos produksi. Skala
peritungan bisnis semacam ini akan ditentukan pula di hari Akhirat.
Dalam bahasan ini akan dianalisa
ajaran-ajaran Al-Qur’an untuk menjernihkan perbedaan antara bisnis yang
menguntungkan dan merugikan. Analisa ini juga akandisertai dengan deskripsi
singkat dan seksama tentang pahala yang dijanjikan Al-Qur’an pada orang-orang
yang berlaku baik dan siksa pada orang-orang yang berlaku jahat.
Untuk memberikan gambaran yang benar
tentang bisnis yang baik dan yang jelek, Al-Qur’an telah memberikan petunjuk
sebagaimana pada ayat-ayat berikut ini:
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ
سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ
وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Perumpamaan (nafkah yang
dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah
laksana sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir
seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa-siapa yang Dia
kehendaki. Dan Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui.”
(Al-Baqarah:261).
وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ
ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ
بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِنْ لَمْ
يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan perumpamaan orang-orang
yang membelanjakan hartanya karena mencari keridlaan Allah dan untuk keteguhan
jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram
oleh hujan deras, sehingga kebun itu menghasilkan buah dua kali lipat. Jika
hujan deras tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah
Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” (Al-Baqarah:265).
إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ
وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً
يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ
“Sesungguhnya orang-orang
yang selalu membaca Kitabullah dan menegakkan shalat serta menafkahkan sebagian
dari rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam ataupun dengan
terang-terangan, mereka ini melakukan perniagaan yang tidak akan merugi.”
(Faathir:29).
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ ۗ
وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
“Allah memusnahkan riba dan menuburkan
sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran serta
selalu berbuat dosa.” (Al-Baqarah:276)
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا
يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ ۖ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ
فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ
“Dan riba yang kamu berikan agar dia menambah harta seseorang, maka
sebenarnya riba itu tidak menambah apapun di sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mendapat keridlaan Allah, maka
itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahala dan hartanya).” (Ar-Ruum:39).
“Dan orang-orang kafir
berkata: Hari Kebangkitan itu tidak akan datang kepada kami. Katakanlah: Pasti
datang. Demi Tuhanku yang mengetahui yang ghaib, sesungguhnya Kiamat itu pasti
akan datang kepada kalian. Tidak ada yang tersembunyi dari-Nya benda sebesar
atom (dzarah) pun di langit dan di bumi, bahkan yang lebih kecil dari itu
apalagi yang lebih besar, melainkan semuanya tersebut dalam Lauhul Mahfudz.”
(Saba’:3).
يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعًا
فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا ۚ أَحْصَاهُ اللَّهُ وَنَسُوهُ ۚ وَاللَّهُ عَلَىٰ
كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
“Pada hari ketika mereka semua dibangkitkan Allah, lalu Allah
memberikan mereka (catatan) apa saja yang telah mereka kerjakan. Allah
mengumpulkan (catatan) amal perbuatan mereka, padahal mereka sendiri telah
melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (Al-Mujadilah:6).
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik?
Niscaya Allah akan menggandakan (pengembalian) pinjaman itu untuknya, dan dia
akan memperoleh pahala yang banyak.” (Al-Hadiid:11).
“Sesungguhnya orang-orang
yang bersedakah baik laki-laki maupun perempuan, dan meminjamkan kepada Allah
pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakan (pengembaliannya) kepada mereka;
dan mereka mendapat pahala yang banyak.” (Al-Hadiid:18).
“Barangsiapa melakukan
perbuatan yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnyal dan
barangsiapa yang melakukan perbuatan yang jahat, maka dia tidak akan diberi
pembalasan kecuali seimbang dengan kejahatannya, jadi mereka sedikitpun tidak
dizhalimi.” (Al-An’am:160).
1. Investasi yang
prospektif
Menurut Al-Qur’an, tujuan dari semua
aktifitas manusia hendaknya diniatkan untuk ibtigha-i mardhatillah (mencari
keridhaan Allah), karena hal ini
merupakan pangkal dari seluruh kebaikan. Dengan demikian maka investasi dan
kekayaan milik seseorang itu dalam hal-hal yang benar tidak mungkin untuk
dilewatkan penekanannya. Dalam ungkapan lain, investasi terbaik itu adalah jika
ia ditujukan untuk menggapai ridha Allah.
2. Keputusan yang tepat dan
logis
Agar sebuah bisnis sukses dan
menghasilkan untung, hendaknya bisnis tersebut didasarkan atas keputusan yang
tepat, logis, bijak dan hati-hati. Menurut Al-Qur’an, bisnis yang menguntungkan
bukan hanya yang dapat dinikmati di dunia, tetapi juga dapat dinikmati di
akhirat dengan keuntungan yang jauh lebih besar. Karena kenikmatan dunia itu
tidak ada apa-apanya apabila dibandingkan dengan kenikmatan akhirat. Kebersihan
jiwalah, bukan banyaknya harta, yang akan membuat manusia sukses di alam
akhirat. Itulah sebabnya mengapa Al-Qur’an selalu menasihati manusia agar
selalu mencari dan mengarahkan apa yang di lakukan untuk mendapat pahala di
akhirat, bahkan pada saat dia melakukan hal-hal yang bersifat duniawi
sekalipun.
Usaha untuk mencari keuntungan yang
banyak dengan cara-cara bisnis yang curang hanya akan menghasilkan sesuatu yang
sangat tidak baik dan menimbulkan kepailitan, yang mungkin saja terjadi di
dunia ini. Dengan demikian, menurut Al-Qur’an, bisnis yang menguntungkan
adalah, bukan hanya dengan melakukannya secara profesional dan benar, namun
juga menghindari segala bentuk praktek-praktek curang, kotor dan koruptif.
Preferensi pada apa yang disebut
dengan halal dan thayyib (baik) dengan dihadapkan pada sesuatu yang haram dan
khabits (buruk) adalah salah satu yang dianggap sangat baik untuk pengambilan
keputusan yang logis dan bijak. Sesuatu yang baik tidak akan pernah bersatu
dengan sesuatu yang buruk. Oleh karena itu, bisnis yang menguntungkan akan
selalu diberikan pada hal yang thayyib, meskipun dalam kuantitasnya tidak lebih
banyak dari yang khabits. Al-Qur’an menekankan bahwa sebuah bisnis yang kecil
namun lewat jalan halal, jauh lebih baik daripada bisnis besar yang didapatkan
melalui cara-cara yang haram.
Dalam Al-Qur’an, transaksi terbaik
adalah yang memberikan garansi terhindarnya seseorang dari neraka dan memberi
jaminan masuk surga. Transaksi yang menguntungkan ini hanya bisa diwujudkan
dengan cara beriman kepada Allah dan Rasul-Nya secara konsisten, dan berjuang
di jalan Allah dengan harta maupun jiwanya. Allah swt berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, maukah kamu
Aku tunjukkan suartu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang
pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan
Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu apabila kamu
mengetahuinya. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke
dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan memasukkanmu ke istana
di dalam surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.” (Ash-Shaff: 10-12).
Disamping akan memperoleh ganjaran
yang demikian banyak dari Allah di akhirat nanti, dalam transaksi ini Allah
juga menjanjikan akan memberi “bonus cash” di dunia dalam bentuk dukungan Allah
dan menjadikan mereka menang dalam menghadapi kompetitor-kompetitornya.
3. Perilaku yang terpuji
Dalam Al-Qur’an, perilaku yang
terpuji sangat dihargai dan dinilai sebagai investasi yang sangat
menguntungkan, karena hal ini akan mendatangkan kedamaian di dunia juga
keselamatan di akhirat.Indikator perilaku seseorang itu telah dipaparkan dalam
Al-Qur’an, dimana setiap orang beriman akan selalu meniru dan mengikuti jejak
langkah Rasulullah dalam menjalani kehidupanya di dunia.
Diantara
perilaku terpuji yang direkomendasi Al-Qur’an agar memperoleh bisnis yang
menguntungkan adalah dengan mencari karunia secara sungguh-sungguh, serta mengharap ampunan-Nya. Jalan untuk
mendapat ampunan-Nya adalah dengan memberi maaf pada sesama manusia; karena disamping akan mendapat ampunan, ia
juga akan memperoleh ganjaran yang besar dari Allah. Menepati janji dan
kesepakatan juga merupakan indikator perilaku terpuji, disamping membayar zakat
dengan sempurna.
Al-Qur’an memerintahkan orang-orang beriman
untuk memegang amanah dengan baik dan menepati janji, dan bersikap adil serta
moderat terhadap sesama manusia. Lebih dari itu, seorang muslim dalam aktivitas
bisnisnya harus selalu ingat kepada Allah, menjaga ibadah ritualnya, tidak
lalai atas kewajiban zakat dan infaqnya, menghentikan sejenak aktivitas
bisnisnya ketika datang panggilan shalat, betapapun sibuk dan padat jadwal
kegiatan hariannya. Al-Qur’an menyatakan bahwa sesungguhnya harta kekayaan,
disamping isteri dan anak-anak, itu adalah ujian bagi integritas
kemanusiaannya.
C.
Prinsip transaksi ekonomi dan bisnis
Menurut M. Umar
Chapra, sebagaimana dikutip oleh Neni
Sri Imaniyati, prinsip ekonomi islam, yaitu:
1.
Prinsip
Tauhid (Keesaan Tuhan)
Prinsip tauhid
dalam ekonomi islam sangat esensial sebab prinsip ini mengajarkan kepada
manusia agar dalam hubungan kemanusiaan (hubungan horizontal), sama pentingnya
dengan hubungan dengan Allah (hubungan vertikal) dalam arti manusia dalam
melakukan aktivitas ekonominya didasarkan pada keadilan sosial yang bersumber
kepada Al-Qur’an. Lapangan ekonomi (economic court) tidak lepas dari per hatian
dan pengaturan islam. Islam melandaskan ekonomi sebagai usaha untuk bekal
beribadah kepada-Nya. Dengan kata lain, tujuan usaha dalam Islam tidak
semata-mata untuk mencapai keuntungan atau kepuasan materi (hedonism) dan
kepentingan diri sendiri (individualis), tetapi juga kepuasan spiritual yang
berkaitan erat dengan kepuasan sosial atau masyarakat luas. Dengan demikian,
yang menjadi landasan ekonomi islam adalah tauhid ilahiyyah.
2. Prinsip Perwakilan
(Khilafah)
Manusia adalah Khilafah (wakil)
Tuhan di muka bumi. Manusia telah dibekali dengan semua karakteristik mental
dan spiritual serta materi untuk memungkinkan hidup dan mengemban misinya
secara efektif. Posisi manusia sebagai khilafah dapat dilihat dalam berbagai
ayat Al-Qur’an, berikut ini:
a.
QS.
Al-Hadid (57):7: “berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah
sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamuj menguasainya. Maka
orang-orang yang beriman diantara kamu menguasainya. Maka orang-orang yang
beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh
pahala yang besar”.
b.
QS.
Shad (38): 28: “patutkah kami menganggap orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di
muka bumi? Patutkah (pula) kami menganggap orang-orang yang betakwa sama dengan
orang-orang yang berbuat maksiat?”.
c.
QS.
Al-Fatir (35): 39: “Dia-lah yang menjadikan kamu Khilafah-khilafah di muka
bumi. Barangsiapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya
sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan
menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu
tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka”.
d.
QS.
Al-An’am (6): 165: “dan dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi
dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat,
untuk mengujimu tentang apa yang
diberikan Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan
sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.\
e.
QS.
Al-Baqarah (2): 30:”ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
“Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang Khilafah di muka bumi”. Mereka
berkata: “Mengapa engkau hendak menjadikan (Khilafah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “
Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
3. Prinsip Keadilan (‘Adalah)
Keadilan adalah salah satu prinsip
yang penting dalam mekanisme perekonomian islam. Bersikap adil dalam ekonomi
tidak hanya didasarkan pada ayat-ayat Al Qur’an atau Sunnah Rasul tapi juga
berdasarkan pada pertimbangan hukum alam, alam diciptakan berdasarkan atas
prinsip keseimbangan dan keadilan. Adil dalam ekonomi bisa diterapkan dalam
penentuan harga, kualitas produksi, perlakuan terhadap para pekerja, dan dampak
yang timbul dari berbagai kebijakan ekonomi yang dikeluarkan.
Penegakkan keadilan dan pembasmi
bentuk diskriminasi telah ditekankan
oleh Al-Qur’an, bahkan salah satu tujuan utama risalah kenabian adalah untuk
menegakkan keadilan. Bahkan Al-Qur’an menempatkan keadilan sederajat dengan
kebajikan dan ketakwaan. Hal ini didasarkan pada QS. Al-Maidah (5): 8: “hai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
4. Prinsip Tazkiyah
Tazkiyah berarti penyucian
(purification). Dalam konteks pembangunan, proses ini mutlak diperlukan sebelum
manusia diserahi tugas sebagai agen of development. Jikalau proses ini dapat
terlaksana dengan baik, apapun pembangunan dan pengembangan yang dilakukan oleh
manusia tidak akan berakibat kecualu dengan kebaikan bagi diri sendiri ,
masyarakat dan lingkungan.
5. Prinsip al- Falah
Al-Falah adalah
konsep tentang sukses dalam islam. Dalam konsep ini apapun jenisnya
keberhasilan yang dicapai selama didunia akan memberikuan konstribusi untuk
keberhasilan diakhirat kelak selama dalam keberhasilan ini dicapai dengan
petunjuk allah. Oleh karena itu, dalam kacamata islam tidak ada dikotomi antara
usaha-usaha untuk pembangunan didunia ( baik ekonomi maupun sektor lainnya),
dengan persiapan untuk kehidupan diakhirat nanti.
Menurut muslimin H.Kara sebagaimana dikutip oleh Neni sri imaniati,prinsip
ekonomi islam, yaitu:
1.
Manusia
adalah makluk pengemban amanat allah untuk memakmurkan kehidupan dibumi,
kehidupan sebagai khalifah (wakilnya) yang wajib menjalankan petunjuknya.
2.
Bumi
dan langit seisinya diciptakan untuk melayani kepentingan hidup manusia, dan
ditundukan kepadanya untuk memenuhi amanah allah. Allah jugalah pemilik mutlak
atas semua ciptaannya.
3.
Manusia
wajib bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
4.
Kerja
yang sesungguhnya adalah menghasilkan (produksi).
5.
Islam
menentukan berbagai bentuk kerja yang halal dan yang haram, kerja yang halal
saja yang dipandang sah.
6.
Hak
milik manusia dibebani kewajiban2 yang diperuntukan bagi kepentingan
masyarakat. Hak milik berfungsi sosial.
7.
Harta
jangan beredar dikalangan kaum kaya saja, tetapi diratakan dengan jalan
memenuhi kewajiban2 kebendaan yang telah ditetapkan dan menumbuhkan kepedulian
sosial berupa anjuran berbagai macam sedekah.
8.
Harta
jangan dihambur2kan untuk memenuhi kenikmatan melampau batas. Mensyukuri dan
menikmati perolehan usaha hendaklah dalam batas yang dibenarkan saja.
9.
Kerja
sama kemanusiaan yang bersifsat saling menolong dalam usaha memenuhi kebutuhan
ditegakkan.
10.
Nilai
keadilan dalam kerja sama kemanusiaan ditegakkan
11.
Nilai
kehormatan manusia dijaga dan dikembangkan dalam usaha memproleh kecukupan dan
kebutuhsn hidup.
Menurut Veithzal Rifai dan Andi Bukhari, prinsip dasar ekonomi islam,
yaitu sebagai berikut:
1.
Individual
mempunyai kebebasan sepenuhnya untuk berpendapat dan berbuat suatu keputusan
yang dianggap perlu selama tidak menyimpang dari kerangka syariat islam untuk
mencapai kesejahteraan islam yang optimal dan menghindari kemungkinan
terjadinya kekacauan dalam masyarakat.
2.
Islam
mengakui hak milik individu dalam masalah harta sepanjang tidak merugikan
kepentingan masyarakat luas.
3.
Islam
juga mengakui bahwa tiap individu pelaku ekonomi mempunyai perbedaan potensi,
yang berarti juga memberikan peluang yang luas bagi seseorang untuk
mengoptimalkan kemampuannya dalam kegiatan ekonomi. Namun, hal ini kemudian
ditunjang oleh seperangkat kaidah untuk menhindari kemungkinan terjadinya
konsentrasi kekayaan pada sesorang atau sekelompok pengusaha dan mengabaikan
kepentingan masyarakat.
4.
Islam
tidak mengarahkan pada suatu tatanan masyarakat
yang menunjukan kesamaaan ekonomi, tetapi mendukung dan menggalakan
terwujudnya tatanan kesamaan sosial. Kondisi ini mensyaratkan bahwa kekayaan
negara yang dimiliki tidak hanya dimonopoli oleh segelintir masyarakat saja.
Disamping itu dalam sebuah negara islam tiap individu punya luang yang sama
untuk mendapatkan pekerjaan dan melakukan aktivitas ekonomi.
5.
Adanya
jaman sosial tiap individu dalam masyarakat. Menjadi tugas dan kewajiban negara
untuk menjamin setiap warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya
6.
Instrumen
islam mencegah kemungkinan konsentrasi kekayaan pada sekelompok kecil orang dan
mangnjurkan agar kekayaan terdistribusi pada semua lapisan masyarakat melalui
suatu mekanisme yang telah diatur oleh syariat.
7.
Islam
melarang praktik penimbunan kekayaan secara berlebihan yang dapat merusak
tatanan perekonomian masyarakat. Untuk mencegah kemungkinan munculnya praktik
penimbunan, islam memberikan sanksi yang keras kepada para pelatihnya.
8.
Islam
tidak mentolerir sedikitpun terhadap setiap praktik asosial dalam kehidupan
masyarakat seperti minuman keras, perjudian, prostitusi, pengedaran ekstasi,
pornografi, dsb.
Menurut
AM.Hasan Ali, prinsip ekonomi islam yaitu:
1.
Pelarangan
riba
2.
Pembolehan
jual beli
3.
Zakat
4.
Intersifiasi sedekah
5.
Prinsip
musyarakah
6.
Larangan
penimbunan dan
7.
Keaadilan
ekonomi
Menurut Yusuf Qardhawi, sebagaimana dikutip oleh Sukarwo Wibowo dan
Dedi Supriadi, prinsip-prinsip yang membangun ekonomi Islam adalah sebagai
berikut:
a.
Ekonomi
Islam menghargai nilai harta benda dan kedudukannya dalam kehidupan. Harta
merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan membantu melaksanakan
kewajiban, seperti sekedar (zakat), haji, jihad, serta persiapan untuk
memakmurkan bumi.
b.
Ekonomi
Islam mempunyai keyakinan bahwa harta pada hakikatnya adalah milik Allah,
sedangkan manusia hanya memegang amanah (sebagai titipan).
Allah berfirman dalam QS. Al-Hadid (57): 7 “berimanlah kamu kepada
Allah dan Rasulnya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah
menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan
menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar”.
c.
Ekonomi
Islam memerintah manusia untuk berkreasi dan bekerja dengan baik. Islam
mengerjakan umatnya untuk berusaha dan bekerja. Islam mengajarkan umatnya untuk
meninggalkan sifat putus asa dan malas.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Mulk (67): 15 “Dialah yang
menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan
makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali
setelah) dibangkitkan”.
d.
Ekonomi
Islam mengharamkan pendapatan dari pekerjaan yang kotor. Rasulullah SAW.
Bersabda: “ Setiap daging yang tumbuh dari barang haram maka nerakalah yang
lebih utama baginya”. ( HR. Ahmad)
e.
Ekonomi
Islam mengakui hak kepemilikan pribadi dan memeliharanya
f.
Ekonomi
Islam melarang pribadi untuk menguasai dan memonopoli barang-barang yang
diperlukan masyarakat.
g.
Ekonomi
Islam mencegah kepemilikan dari sesuatu yang membahayakan orang.
Rasulullah SAW. Bersabda: “ Tidak boleh membahayakan diri
sendirindan orang lain”. ( HR. Ahmad dan Ibnu Majah )
h.
Ekonomi
Islam menganjurkan untuk megembangkan harta dan melarang menimbun harta (emas,
perak/uang).
i.
Ekonomi
Islam menganjurkan untuk mewujudkan kemandirian ekonomi bagi umat.
Allah SWT
berfirman dalam QS. Al-Baqarah (2): 143 “ Dan demikian (pula) kami telah
menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi
saksi asat (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas
(perbuatan kamu). Dan kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu
(sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti
Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat
berat, kecuali orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan Allah
tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kepada Manusia”.
j.
Ekonomi
Islam menganjurkan adil dalam berinfak. Dan menjaga keseimbangan dalam bekerja.
k.
Ekonomi
Islam mewajibkan takaful (saling menanggung) di antara anggota masyarakat.
1.
Ekonomi
Islam mempersempit kesenjangan sosial dalam masyarakat.
Menurut Ascarya, prinsip-prinsip
ekonomi Islam yang sering disebut dalam berbagai literatur ekonomi Islam dapat
dirangkum menjadi lima hal yaitu:
a. Sikap hemat
dan tidak bemewah-mewahan (abstain from wasteful and luxurious living);
2. Menjalankan usaha-usaha
yang halal;
3. Implementasi zakat
(implementation of zakat);
4. Penghapusan/ pelarangan
riba (prohibition of riba); dan
5. Pelarangan Masyir (judi/
spekulasi)
TERIMA KASIH
SEMOGA BERMANFAAT